REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konvensi UNESCO tentang perlindungan dan promosi keanekaragaman ekspresi budaya 2005 merupakan instrumen standar pengaturan internasional yang menyediakan kerangka kerja bagi tata kelola budaya.
Hal tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip dasar kebebasan berekspresi, kesetaraan gender, keterbukaan dan keseimbangan terhadap budaya dan ekspresi lain di dunia dan pada aspek ekonomi dan budaya yang saling melengkapi untuk pembangunan berkelanjutan. Konvensi ini telah diratifikasi oleh 142 negara.
Konvensi ini mendorong pemerintah untuk memperkenalkan kebijakan untuk budaya dalam konteks global dan komitmen untuk melindungi dan mempromosikan keanekargaman budaya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan, banyak yang telah dicapai Indonesia sejak kemerdekaannya.
Dengan potensi yang dimiliki dan kebutuhan untuk berbagi dengan dunia, bangsa Indonesia selaiknya memastikan bahwa setiap WNI akan berpartisipasi, memiliki akses, dan menikmati keragaman ekspresi budaya.
"Momentum ini selaiknya dimanfaatkan oleh seluruh pemangku kepentingan untuk mensinergikan kebijakan dan aktivitas yang menyangkut pengembangan kebudayaan untuk sebesar-besar manfaat bagi seluruh masyarakat pemilik kebudayaan tanpa mengabaikan nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan tersebut," kata dia, Selasa, (1/3).
Kebudayaan lama disaring seperlunya, yang tak sesuai dengan zaman dibekukan. Sedangkan kebudayaan yang bermanfaat ditingkatkan dengan tak lupa memasukkan bahan baru dari dunia luar.
"Tidak ada limit dalam kreativitas. Namun kalau produktivitas itu terbatas, namun keduanya ini perlu ditingkatkan," ujarnya.
Saat ini, kata Anies, kebebasan berekspresi sering menghadapi tantangan. "Akhir-akhir ini kita sering khawatir dengan perubahan, justru dengan bersikap terbuka akan menggambarkan kepercayaan diri kita terhadap budaya kita sendiri."
Sementara itu, UNESCO Goodwill Ambassador untuk Indonesia Christine Hakim mengatakan, UNESCO senang dapat membantu Pemerintah Indonesia dalam menyusun laporan setelah mengaksesi konvensi ini.
"Dalam era globalisasi pasar dan digitalisasi, Indonesia berusaha menegaskan kembali nilai-nilai tradisional sekaligus melihat ke masa depan, ini didapat dari dialog antara 142 negara yang meratifikasi konvensi ini."