Ahad 28 Feb 2016 23:27 WIB

Tanah Bergerak di Garut Selatan, Begini Penjelasan PVMBG

Rep: Fuji EP/ Red: Achmad Syalaby
Bupati Tegal, Enthus Susmono (kedua kiri) berbincang dengan warga saat meninjau lokasi bencana tanah bergerak di Desa Dermasuci, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Selasa (23/2)
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Bupati Tegal, Enthus Susmono (kedua kiri) berbincang dengan warga saat meninjau lokasi bencana tanah bergerak di Desa Dermasuci, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Selasa (23/2)

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melakukan penelitian di lokasi terjadinya bencana alam di Garut. Sebelumnya, terjadi pergerakan tanah di Desa Sindangsari, Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut yang mengakibatkan ratusan rumah rusak dan 315 oang mengungsi. PVMBG menilai di sana merupakan daerah rawan bencana. 

Kepala PVMBG Bandung, Kasbani mengatakan, hasil penelitian PVMBG sudah disampaikan ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut. Secara garis besar hasil penelitiannya, di Desa Sindangsari tepatnya di Dusun Ciawi dan Lengkong terjadi rayapan pergerakan tanah. 

"Khususnya warga yang tingal di Dusun Ciawi dan Lengkong harus direlokasi karena memang banyak retakan dan daerahnya terjal," kata Kasbani kepada Republika.co.id, Ahad (28/2).

Kasbani menerangkan, ada banyak pemicu terjadiya pergerakan tanah di sana. Di antaranya karena kontur tanahnya cukup terjal, tanahnya gembur, bebatuan di sana berjenis vulkanik tersier dan ada struktur geologi aktif. Kalau warga harus tetap tinggal di sana maka tanahnya harus kering. Jikalau tanahnya tetap basah masih tetap akan berbahaya. 

Ia menegaskan,  kalau ada air yang melimpah mengguyur tanah, hal tersebut akan menjadi pemicu terjadinya pergerakan tanah. Sementara, saat ini musum hujan. Intinya berbahaya kalau warga ingin tetap tinggal di sana sementara kondisi tanahnya basah.

Dikatakan Kasbani, retakan tanah di Desa Sindangsari sudah terjadi sejak 2007. Hanya saja kecepatannya bervariasi. Pada Jumat (19/2) merupakan puncak terjadinya pergerakan tanah. Kalau tidak bisa mengupayakan atau merekayasa agar tanah di sana tidak terlalu basah, maka lebih baik merelokasi warga.

"Lebih baik direlokasi khususnya warga yang berada di zona terjadinya retakan," ujar Kasbani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement