Ahad 28 Feb 2016 12:36 WIB

Bali Kembangkan Klaster Ketahanan Pangan

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Winda Destiana Putri
Lahan pertanian, salah satu faktor penopang ketahanan pangan nasional (ilustrasi)
Foto: banten.go.id
Lahan pertanian, salah satu faktor penopang ketahanan pangan nasional (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali mengembangkan klaster dan demplot ketahanan pangan di sejumlah kabupaten. Ini untuk menekan alih fungsi lahan yang cukup tinggi di Pulau Dewata.

"Tahun ini kami mengembangkan klaster untuk padi di Kabupaten Gianyar dan Jembrana, klaster cabai merah di Karangasem, serta bawang merah di Bangli, Gianyar, dan Buleleng," kata Kepala Kantor Perwakilan BI Bali, Dewi Setyowati, Ahad (28/2).

Pada 2015, beras menyumbang delapan kali inflasi di Bali. Selama lima tahun terakhir (2011-2015), beras juga menyumbang rata-rata 6,6 kali inflasi. Arus alih fungsi lahan di Bali mencapai 350 hektere (ha) per tahun sepanjang 2009-2013.

Dewi menilai upaya pengembangan klaster ketahanan pangan ini perlu mendapat dukungan penuh dan bisa menjadi rujukan bagi kabupaten lain. Pemerintah Kabupaten Gianyar dengan klaster padinya ke depan dapat memperkuatnya dengan

Peraturan Daerah (Perda) sehingga lokasi-lokasi penanaman dalam klaster ini, seperti di Subak Getas bisa ditetapkan sebagai lahan pertanian abadi sesuai amanat Undang-Undang No. 41/ 2009.

BI mempraktikkan teknik System of Rice Intensification (SRI) dikombinasikan dengan Jajar Legowo serta penggunaan pupuk organik berbasis MA-11. Dewi menilai sistem ini terbukti berhasil di Subak Pulagan dengan menghasilkan padi dari 5,5 ton per ha menjadi 8,7 ton per ha.

Deputi Gubernur BI, Hendar dalam kunjungannya ke Bali menambahkan masalah inflasi di Indonesia tak cukup diatasi dengan kebijakan moneter karena sumber masalahnya berbeda-beda. Inflasi di negara ini bersumber dari harga pangan dan administered prices.

"Sumber-sumber inflasi ini yang tentunya harus diobati," kata Hendar.

Salah satu prasyarat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan berkualitas adalah inflasi rendah dan terkendali. Sekitar 72 persen inflasi di Indonesia bersumber dari inflasi di daerah.

Tahun ini, Hendar menilai inflasi akibat administered prices diperkirakan relatif aman karena masih rendahnya harga minyak dunia. Namun, inflasi pangan masih menyimpan risiko yang perlu ditangani bersama.

Ketersediaan pasokan pangan, kata Hendar menjadi bagian penting dalam upaya koordinasi pengendali inflasi daerah, khususnya melalui intensifikasi pertanian. Salah satu upaya pengendalian inflasi dari kelompok volatile food adalah pengembangan klaster tanaman pangan melalui kerja sama dengan seluruh kantor perwakilan BI di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement