REPUBLIKA.CO.ID,TANJUNG PINANG -- Ibukota Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yakni Tanjung Pinang, mulai berbenah. Sebuah terminal baru di Bandara Raja Haji Fisabilillah (RHF) sudah dioperasikan dan kini sedang dalam proses pengembangan landasan pacu dan penambahan fasilitas penunjang lainnya.
Bahkan pemerintah menargetkan untuk menambah kunjungan wisata ke kepulauan yang tak jauh dari Singapura ini. Bersama dengan Sriwijaya Air dan investor dari Cina, PT Sun Resort, pemerintah membidik pangsa pasar dari negeri tirai bambu.
General Manager Bandara RHF Surahmat SHD menjelaskan, ada sejumlah poin utama yang membuat Tanjung Pinang menjadi sangat potensial bagi sektor pariwisata Indonesia. Pertama, kata dia, bandara utama terdapat di Bintan dan merupakan kawasan bahari.
"Dan paling beruntung adalah kami di Ibukota Kepri. Sangat dipertahankan dan didukung. Dan kawasan FTZ atau zona perdagangan bebas. Batam, Bintan dan Karimun yang punya hak FTZ. Kami sudah bicarakan dengan Pemprov terkait FTZ, MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), dan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus)," kata Surahmat usai menerima kunjungan rombongan dari Angkasa Pura II, Jumat (26/2).
Alasan kedua, menurutnya, adalah potensi wisata alam yang tersebar di 2.048 pulau yang tersebar di Kepulauan Riau saja. Ia menambahkan, karena transportasi laut kerap terkendala oleh masalah cuaca ( warga lokal menyebutnya angin utara dan angin barat), maka pemerintah sedang mengoptimalkan pemanfaatan transportasi udara melalui Bandara HRF.
"Hanya pesawat udara yang bisa hidupi Kepulauan Riau," ujarnya.
Sebagai informasi, pemerintah melalui PT Angkasa Pura II melakukan perluasan dan penambahan fasilitas untuk Bandara RHF. Bandara lama yang dibangun pada tahun 1953-1957 akan segera dirubuhkan dan menyisakan gedung baru. Total proyek ini ditargetkan akan kelar pada 2020 dan menyerap biaya sekitar Rp 300 miliar. Dari angka itu, pihak AP II telah menganggarkan Rp 48 miliar tahun ini.