Pengakuan Nasir Abbas itu disaksikan langsung oleh Menteri Pertahanan Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh, Agung Laksono serta Kepala BNPT Komjen Pol Saud Usman Nasution.
Dia mengaku, sejak remaja usia 18 tahun sudah dikirim ke Afghanistan mengikuti pelatihan militer selama enam tahun dan bergabung dengan beberapa kelompok radikal lainnya. Nasir menyebutkan, Santoso adalah murid dari Imam Samudra dan pada 1992 di Afghanistan, dirinya bertemu langsung dengan Imam Samudra, Umar Patek, Dr Azhari, Ali Imron, dan beberapa pelaku terorisme asal Indonesia lainnya yang masuk angkatan ke-10.
Melalui pengalamannya itu, dia kemudian membangun kamp pelatihan militer di beberapa negara seperti Filipina. Selama tiga tahun, dirinya mempersiapkan para relawan yang akan menjadi mujahidin.
Bukan cuma itu, para mujahidin yang telah melalui proses pelatihan militer dengan keras itu juga dibekali dengan senjata, amunisi, bahan peledak dan peralatan perang yang kemudian disimpan untuk dipasok ke beberapa wilayah, seperti Poso, Sulawesi Tengah.