REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bali mengingatkan kepada pengusaha setempat untuk fokus mempertahankan karakter dan ciri khas menghadapi persaingan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN.
"Kita fokus saja. Tidak perlu takut dengan MEA," kata Ketua Apindo Bali, Panudiana Khun di Denpasar, Kamis (25/2).
Menurut dia, pemberlakuan MEA memiliki nilai plus dan minus. Namun ia meminta pelaku usaha dan masyarakat untuk fokus terhadap nilai plus.
Dia menjelaskan bahwa pengusaha lokal yang bergerak di industri tertentu seperti kuliner khas Bali harus tetap fokus menggeluti sektor itu.
Sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan produk khas Bali juga patut terus dipertahankan karena mengandung ciri dan karakter Pulau Dewata.
"Kami siap saja. Yang memiliki usaha babi guling, jual babi guling saja, kita harus fokus, tidak perlu takut MEA," ucapnya.
Selain memberikan kesempatan lebih besar kepada sumber daya manusia Indonesia untuk bekerja di kawasan Asia Tenggara, Indonesia juga merupakan pasar yang sangat potensial.
Mengingat hampir 60 persen populasi di ASEAN adalah Indonesia sehingga jumlah tersebut tidak dimiliki negara di Asia Tenggara lainnya.
Luas wilayah Indonesia yang besar juga menjadi peluang "pemenang" di negeri sendiri meskipun saingan seperti Singapura dan Thailand, namun Indonesia masih lebih luas dibandingkan dua negara tersebut.
Untuk itu ia meminta agar pengusaha di Bali tetap mempertahankan ciri khas Pulau Dewata yang tidak dimiliki negara lain.
"Kalau tidak siap, ya akan kelindas makanya kita harus positif," ucap Panudiana.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) resmi berlaku mulai 1 Januari 2016. Sistem tersebut memungkinkan perdagangan barang dan jasa termasuk pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya terbuka lebar di 10 negara anggota ASEAN.
Pasar tunggal yang dibentuk oleh pemimpin ASEAN 10 tahun lalu itu perlu dibekali daya siang yang tinggi baik untuk produk barang dan jasa hingga sumber daya manusia.