REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Kajian Center for Indonesian National Policy Studies (CINAPS), Guspriabri Sumowigemo mengatakan karena biaya politik semakin mahal, maka politik uang sangat kuat dalam perpolitikan Indonesia. Menurutnya hal ini disebabkan karena tidak ada transparansi dalam proses politik.
Ia menambahkan saat ini politik pasti berhubungan dengan dunia usaha. Hal ini menjadi implikasi dari semakin mahalnya biaya politik. Karena biaya politik mahal maka perangkat politik pasti mencari pengusaha yang memiliki uang banyak.
"Politik mahal memang di seluruh dunia. Partai kader sudah tidak ada. Di Eropa pun udah ngga bisa jadi. Karena politik juga harus berhubungan dengan dunia usaha," katanya di Jakarta, Rabu (24/2).
Guspriabri mengatakan, yang harus diatur pembiayan dunia usaha di lingkungan politik harus menjadi transparan. Ia mengatakan hubungan antara pengusaha dengan politik harus dilakukan dengan proses politik terbuka.
“Kalo ada satu kepentingan bisnis dilindungi negara dengan instrumen undang-undang. Maka pengusaha yang mempunyai kepentingan harus membuka diskusi publik, jangan ada penyelundupan pasal,” katanya.
Pengusaha yang menyumbang kepada politisi tertentu harus terbuka kepentingannya. Karena kelompok pengusaha ini juga harus diakui dalam konstitusi.
“Jangan seolah-olah hubungan politik dengan pengusaha jelek terus,” katanya.
Guspriabri mencontohkan pengusaha yang menyumbang kepada politisi tertentu di Amerika akan memberikan diskusi publik tentang kepentingannya. Ia mencontohkan bila IBM membutuhkan proteksi IT dalam instrumen undang-undang maka kepentingan perusahaan tersebut disampaikan ke publik.
“Kalau disetujui lolos, ya jadi undang-undang,” katanya.