REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Wali Kota Bogor, Bima Arya menyatakan penting bagi seluruh aparatur menyamakan pemahaman terkait kebijakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2).
“Terutama pemahaman bahwa penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) per 2016 tidak terkait dengan peningkatan target Pendapatan Asli Daerah (PAD),” kata Bima, Selasa (23/2).
Menurut Bima jika hanya hal tersebut yang disampaikan, maka akan menimbulkan persepsi yang salah. Padahal, penyesuaian NJOP yang mengalami kenaikan bukan semata-mata hanya keputusan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.
“Penyesuaian NJOP dilakukan berdasarkan hasil audit Tim Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (Korsupgah) KPK RI dan BPKP Provinsi Jawa Barat,” ucap Bima.
Bima menjelaskan, Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (Korsupgah) KPK dan BPKP Provinsi Jawa Barat menyarankan agar Pemkot Bogor melakukan penyesuaian NJOP. "Angka yang kemudian disesuaikan nilainya masih 65 persen dari harga pasar," kata Bima.
Ia berpendapat nilai tersebut masih berada di bawah zona nilai tanah BPN dan masih sangat natural. Jadi, kata Bima, alasan tersebut sebenarnya harus disampaikan agar tidak ada pemahaman seolah-olah Pemkot Bogor sewenang-wenang menaikan NJOP.
Dia menegaskan menegaskan Pemerintah Kota Bogor berpihak kepada warga tidak mampu dalam hal pembayaran PBB. Bima menuturkan, warga miskin yang tagihan PBB-nya di bawah Rp 100 ribu dibebaskan 100 persen.
Tagihan yang dibebaskan tersebut secara akumulatif nilainya mencapai sekitar Rp 5 miliar. “Mungkin tidak terlalu besar dibanding persentase APBD kita yang mencapai Rp 2 triliun lebih, tetapi bagi warga itu sangat membantu,” jelas Bima.