Rabu 24 Feb 2016 18:29 WIB

APTISI: PTS Ditutup Karena Sudah tidak Mampu Laksanakan Program Studi

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Winda Destiana Putri
Perguruan tinggi swasta
Foto: atmabhakti
Perguruan tinggi swasta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swastas Indonesia (Aptisi) Budi Djatmiko mengungkapkan, 103 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) memang sudah ditutup.

Menurutnya, penutupan ini terpaksa dilakukan karena mereka mengaku tidak mampu melaksanakan program studinya.

Budi menjelaskan, pada dasarnya sebanyak 243 PTS yang telah dibina dan didampingi oleh Aptisi dan Koordinasi PTS (Kopertis).

"Dari 243 PTS, 143 ternyata sudah tidak mampu lagi dan meminta dicabut saja izinnya," ujar Budi kepada Republika, Rabu (24/2).

Menurut Budi, penutupan ini dikarenakan terdapat banyak masalah yang dihadapi PTS tersebut. Selain tidak ada mahasiswa, kelas jauh dan permasalah ijazah ‘bodong’ juga menjadi penyebab. Permasalahan internal seperti dualisme kepemipinan rektor dan yayasan juga menjadi alasan penutupan.

Budi juga melanjutkan, beberapa di antara PTS yang bermasalah pada internal ini juga telah meminta Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Kopertis dan Aptisi untuk menunggu hasil pengadilan. Masalah ini memang tidak bisa diintervensi baik dari pemerintah maupun Aptisi. Oleh sebab itu, pemerintah dan Aptisi pun harus menunggu hasil pengadilan untuk kemudian menindaklanjuti status PTS-nya.

Banyaknya PTS yang ditutup, menurut Budi, tidak semua dikarenakan keinginan sendiri. Dengan kata lain, faktor ekonomi dan persaingan di daerah juga menjadi penyebabnya. Misal, lanjut dia, persaingan program studi serupa di suatu wilayah. Atas kondisi tersebut, ia berpendapat, pemetaan program studi di suatu wilayah perlu diterapkan.

"Yang jumlah program studinya sudah banyak di suatu wilayah tidak usah dibuka lagi," kata Budi.

Dengan menjamurnya jumlah PTS, Budi menilai ini karena pemerintah memang belum mampu memenuhi Angka Partisipasi Kasar (APK) pada standar dunia.

"Kita sadari bahwa pemerintah kita tidak kaya," ujar Budi.

Karena itu, banyak pihak swasta yang mencoba menjembatani pemerintah untuk meningkatkan APK di Indonesia. Peranan swasta ini terbukti dengan jumlah dua per tiga mahasiswa di Indonesia yang berasal dari PTS.

Menurut Budi, banyak PTS yang terus membantu pemerintah dalam APK ini meski tidak mendapat bantuan yang sesuai. Partisipasi swasta dan masyarakat ini patut dihargai karena telah membuat Indonesia lebih hebat di mata dunia.

Dalam pandangan Budi, APK itu sangat penting karena menjadi patokan kemajuan suatu negara. Semakin tinggi APK suatu negara, maka semakin baik pendidikan dan tingkat kemajuannya.

Sejauh ini, kata Budi, rasio jumlah penduduk Indonesia dengan banyakanya mahasiswa di Indonesia masih sangat kecil. Hanya tujuh juta masyarakat Indonesia yang bisa melanjutkan kuliah. Sementara jumlah masyarakat Indonesia mencapai ratusan juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement