REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadisperindag) kota Medan, Syahrizal Arief dituntut hukuman satu tahun enam bulan penjara. Dia dinilai Jaksa Penuntut Umum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek renovasi dan revitalisasi Pasar Kapuas Belawan. Dalam kasus ini, negara dirugikan sebesar Rp 200 juta.
Tuntutan itu disampaikan JPU Yarma Sari dalam persidangan di Ruang Cakra VII Pengadilan Negeri, Medan, hari ini, Selasa (23/2). "Menuntut terdakwa Syahrizal Arief selama satu tahun enam bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 200 juta," kata JPU Yarma.
Syahrizal dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. JPU Yarma mengatakan, hal yang memberatkan terdakwa, yakni tidak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar Yarma.
Syahrizal dinilai melakukan tindak pidana korupsi bersama Direktur Prima Design, Tuapril Harianja. Dia merupakan rekanan Disperindag Medan dalam proyek renovasi dan revitalisasi Pasar Kapuas Belawan.
Dalam persidangan hari ini, Tuapril Harianja juga dituntut dengan tuntutan yang sama dengan Syahrizal. Namun, dia tidak dikenakan kewajiban membayar uang pengganti karena sudah mengembalikan kerugian negara.
Usai mendengarkan tuntutan, majelis hakim yang diketuai Ahmad Sayuti menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda pembelaan (pledoi) dari kedua terdakwa. "Penuntut umum juga kalau masih ada replik dan duplik kami beri waktu masing-masing satu hari," kata Ahmad sembari mengetuk palu.
Dalam dakwaannya, JPU menyebut Disperindag Kota Medan mendapat dana Rp 3 miliar dari Kementerian Perdagangan pada 11 Juni 2012. Dana dari APBN-P 2012 tersebut dialokasikan untuk renovasi dan revitalisasi Pasar Kapuas Belawan.
Syahrizal selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek mengarahkan pergantian Direktur PT Inti Persada Raya Lestari. Dia kemudian mengubah adendum dan mengurangi volume pekerjaan. Akibat perbuatannya, negara dirugikan sebesar Rp 200 juta lebih. Angka ini berdasarkan penghitungan BPKP Sumut.