REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Kebijakan pemerintah pusat tentang penerapan kantong plastik berbayar menuai kritik. DPRD Kota Solo, menilai langkah pengurangan sampah plastik tersebut bakal sia-sia alias mubadzir. Soalnya, upaya itu tidak dibarengi dengan penekanan angka produksi pembuat plastik.
Ketua Komisi II DPRD Solo, YF Sukasno, pesimistis dengan kebijakan tersebut. Selama masyarakat mampu membeli dengan harga murah, hanya Rp 200 maka upaya pengurangan sampah plastik ini tidak bakal tercapai. "Mustinya, diimbangi juga dengan penekanan produksi perusahaan plastik," katanya, Selasa (23/2).
Sukasno mengakui, penggunaan kantong plastik di tengah masyarakat memang susah di hindari. Namun, ada opsi lain, menurutnya, yang seharusnya perlu dicoba. Misalnya memberikan insentif kepada masyarakat oleh toko ritel jika konsumen membawa sendiri kantong wadah belanjaan. Dengan begitu, masyarakat akan berlomba untuk tidak meminta kantong plastik lantaran mereka membawa sendiri dari rumah.
Menurut Sukasno, wujud insentif bisa berupa diskon atau sesuatu yang menarik untuk masyarakat. Yang lebih penting lagi, sejauhmana pembatasan produksi plastik. "Selama masyarakat bisa membeli dengan harga murah, kebijakan pengurangan sampah-sampah plastik susah terwujud," katanya.
Sekretaris Komisi II, Supriyanto menambahkan, pengurangan produksi sampah plastik menjadi kewenangan pemerintah pusat. Pemkot sendiri tidak dapat membuat regulasi untuk membatasi jumlah produksi kantong plastik, meski lokasi perusahaan ada di Kota Solo. Jika dipaksakan, dikhawatirkan kebijakan pemkot akan kontraproduktif.
"Jangan sampai pemkot dibenturkan dengan pengusaha plastik dengan hal-hal yang bersifat pro-kontra di tengah masyarakat," katanya.