Selasa 23 Feb 2016 13:48 WIB

DPD Minta Keseriusan Pemerintah Terkait Pengangkatan Tenaga Honorer

  Ribuan tenaga honorer dari berbagai perwakilan daerah melakukan aksi demo dengan berjalan kaki dari Patung Arjuna menuju Istana, Jakarta Pusat, Rabu (15/10).  ( Republika/Raisan Al Farisi)
Ribuan tenaga honorer dari berbagai perwakilan daerah melakukan aksi demo dengan berjalan kaki dari Patung Arjuna menuju Istana, Jakarta Pusat, Rabu (15/10). ( Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite I DPD RI mendorong pemerintah segera mengangkat tenaga honorer K2, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Wakil Ketua Komite I DPD RI, Benny Rhamdani mempertanyakan keseriusan Pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan guru honorer K2.

Menurutnya, pemerintahan Jokowi mempunyai janji politik untuk menyelesaikan permasalahan guru honorer. Untuk itu, Ia berharap pemerintah segera mengambil solusi agar persoalan guru honore tidak sampai berlarut-larut.

"Menurut informasi akan ada gelombang demo yang lebih besar dari guru honorer K2 mereka minta segera diangkat jadi CPNS," kata dia dalam pembahasan rapat kerja dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Yuddy Chrisnandy mengenai Pengawasan terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Gedung DPD, Jakarta, Senin (22/2).

Senada dengan Benny, Anggota Komite I DPD RI lainnya, Yanes Murib mendukung pengangkatan tenaga honorer. Namun, ia meminta pemerintah memberikan kemudahan dalam proses seleksi ASN di Papua.

"Mengingat tingkat pendidikan masyarakat di Papua masih rendah dibandingkan daerah lainnya, jadi syaratnya harus diturunkan dari Sarjana menjadi SMA," ungkap Murib.

Disisi lain, Senator asal Jawa Barat, Eni Sumarnih meminta pemerintah untuk menyelesaikan kasus penipuan dalam proses penerimaan ASN di Bandung Barat.

"Tenaga honorer yang menjadi korban penipuan sudah banyak, mereka dimanfaatkan oleh oknum BKD setempat yang menjanjikan lulus seleksi dengan membayar sejumlah uang," katanya.

Terkait dengan proses rekrutmen, Ketua Komite I DPD RI Akhmad Muqowam menambahkan masih terdapat intervensi politik dalam rekrutmen pejabat tinggi. "Kita masih mendengar bahwa perekrutan pejabat tinggi masih ada campur tangan politik," jelas dia.

Menanggapi hal itu, Menteri Yuddy mengatakan pemerintah tidak tutup mata terhadap para guru honorer K2.

"Jika anggaran mencukupi dan kebutuhan untuk itu kami bisa mengadakan rekrutmen, itupun harus sesuai peraturan perundangan, tidak bisa kami mengangkat secara otomatis menjadi pegawai itu melanggar Undang-Undang," jelas Yuddy.

Salah satunya, melakukan reformasi sistem pengrekrutan dan peningkatan kualitas ASN di pusat dan daerah.

"Kami juga telah melakukan reformasi sistem rekrutmen CPNS dari pelamar umum dengan materi tes kompetensi dasar yang disusun oleh pakar. Pelaksanaannya menggunakan Computer Assisted Test (CAT)," terang Yuddy.

Ia menambahkan bahwa tidak ada lagi permainan uang dalam perekrutan ASN, karena semua proses seleksi diselenggarakan secara profesional dan sesuai peraturan perundang-undangan.

"Dalam pelaksanaan perekrutan pegawai sudah menggunakan metode Seleksi Terbuka sehingga prosesnya profesional sesuai kemampuan dan kompetensi," ujar Yuddy.

Termasuk untuk pengisian jabatan pejabat tinggi, akan dilakukan secara terbuka di lingkungan instansi pemerintah.

"Semua dilakukan terbuka, jadi tidak ada lagi KKN dan nyogok-menyogok. Saya berharap di pemerintah ini semua akan bersih," tutup Yuddy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement