Ahad 21 Feb 2016 19:15 WIB

Cap Go Meh Jadi Bukti Pluralnya Indonesia

Rep: Agus Raharjo/ Red: Indira Rezkisari
Peserta karnaval perayaan Cap Go Meh memadati ruas Jalan Hayam Wuruk, Jakarta, Ahad (21/2). Perayaan Festival Pecinan merupakan pertama kali setelah berhenti selama 50 tahun. Berbagai seni dan budaya khas pecinan Glodok ditampilkan, termasuk seni budaya Be
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Peserta karnaval perayaan Cap Go Meh memadati ruas Jalan Hayam Wuruk, Jakarta, Ahad (21/2). Perayaan Festival Pecinan merupakan pertama kali setelah berhenti selama 50 tahun. Berbagai seni dan budaya khas pecinan Glodok ditampilkan, termasuk seni budaya Be

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perayaan Cap Go Meh tahun 2016 digelar di Glodok, Jakarta Pusat. Ini adalah perayaan yang dinilai paling meriah karena dihadiri banyak tokoh nasional. Selain orang dalam Kabinet Kerja Pemerintahan, perayaan hari raya Imlek bagi komunitas keturunan Tionghoa ini juga dihadiri Ketua DPR dan DPD RI. Perayaan ini diharapkan akan dilaksanakan setiap tahun, dan menjadi salah satu budaya Indonesia.

Ketua Panitia Cap Go Meh, Charles Honoris mengungkapkan festival karnaval untuk perayaan Cap Go Meh ini bukan hanya untuk masyarakat Glodok, Jakarta Pusat saja, melainkan juga seluruh masyarakat Indonesia. Dengan perayaan yang meriah ini, komunitas Tionghoa di Indonesia ingin menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang aman, dan tenteram. Tidak ada kekerasan maupun ancaman, termasuk terorisme.

“Festival ini menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang plural, aman dan tidak ada kekerasan,” tutur Charles yang juga politikus PDIP di Jakarta, Ahad (21/2).

Hal senada juga diungkapkan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat. Menurutnya, saat ini tidak relevan loagi bicara perbedaan suku, budaya dan agama. Perdebatan soal suku, ras, agama sudah selesai di Indonesia. Seluruh rakyat Indonesia sudah diikat oleh Bhineka Tunggal Ika. Seluruh rakyat Indonesia adalah saudara sebangsa dan setanah air. Jadi, tidak perlu lagi bicara soal latar belakang untuk ke-Indonesiaan.

Politikus PDIP ini mengatakan, budaya Indonesia bukan hanya diisi oleh budaya yang murni dari Nusantara. Tapi sudah banyak budaya hasil dari akulturasi maupun asimilasi. Bukan hanya untuk perayaan Cap Go Meh, namun juga untuk perayaan budaya lainnya. “Sudah bukan saatnya lagi berselisih soal tetek bengek yang remeh temeh, kecil-kecil seperti itu,” ujar Djarot.

Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani juga ikut menegaskan posisi pemerintah dalam perbedaan budaya ini. Mulai di pemerintahan ini, ke-Bhineka Tunggal Ika-an akan dibangkitkan dan dijaga eksistensinya. Tidak ada lagi kekerasan soal perbedaan. Pemerintah akan memerhatikan hak sipil dan hak politik setiap masyarakat. Entah di pemerintahan sebelumnya ini menjadi fokus atau tidak.

Menurutnya, kehadiran banyak tokoh nasional di perayaan Cap Go Meh di Jakarta kali ini, membuktikan keseriusan pemerintah dalam menjaga Bhineka Tunggal Ika. Presiden Joko Widodo sudah menegaskan harus ada revolusi mental. “Ini komitmen kita sebaga Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika, ini harus dibangkitkan lagi,” tegas Puan.

Perayaan Cap Go Meh tahun 2016 mengambil maskot dari tokoh Hanoman. Pengambilan maskot ini untuk menunjukkan bahwa budaya yang ada di Indonesia tidak hanya budaya asli, tapi juga ada budaya hasil asimilasi dan akulturasi dari budaya negara lain. selain menampilkan maskot Hanoman, Cap Go Meh juga menggelar karnaval 72 patung Dewa dalam agama Konghuchu. Yang paling besar, perayaan karnaval dihiasi dengan replika kapal Laksamana Cheng Ho. Seorang Tionghoa yang sudah datang di Indonesia sejak beberapa abad lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement