REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat tata kota, Nirwono Yoga menantang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan azas keadila dalam menggusur wilayah yang dinilai melanggar aturan. Sebab, menurut Yoga, selama ini target penggusuran hanya permukiman liar yang tinggal di atas tanah negara.
Selama ini, kata Yoga, alasan Pemprov DKI menggusur warga permukiman liar di bantaran kali atau di atas tanah negara adalah untuk pembenahan. Sehingga mereka yang hidup berpuluh-puluh tahun di target penggusuran harus rela angkat kaki.
Pemprov DKI menggunakan alasan klasik dalam penggusuran, yakni permukiman kumuh di pinggir kali sebagai penyebab utama banjir di Jakarta. Padahal, mereka yang menempati lahan liar tersebut juga membayar pajak.
Contoh teranyar adalah penggusuran kawasan lokalisasi Kalijodo yang disebut berdiri di atas tanah negara. Nantinya setelah diratakan, kawasan Kalijodo akan dibangun ruang terbuka hijau.
Jika alasannya karena jalur hijau, warga Kalijodo menantang Pemprov DKI membongkar Season City dan Mal Taman Anggrek yang juga diduga berdiri di atas jalur hijau.
"Benar, persoalannya kan selama ini permukiman liar di bantaran kali dan waduk, konsepnya selalu kampung-kampung kumuh. Tapi bagaimana kalau ceritanya berbeda?" ujar Yoga saat dihubungi di Jakarta, Ahad (21/2).
Yoga merawikan, di atas lahan yang saat ini berdiri Mal Taman Anggrek, dahulu adalah hutan kota Tomang dan kebun bibit Anggrek. Tapi kemudian berubah menjadi pusat perbelanjaan mewah mal.
Selanjutnya, kata dia, Taman Buaya yang kemudian berubah menjadi Mal Pluit. Terakhir, kata Yoga tentu masyarakat ingat dengan Pantai Indah Kapuk yang juga dulu sebagai rawa-rawa hutan mangrove.
"Nah sekarang (pemerintah) berani bongkar Mal Taman Anggrek untuk dikembalikan jadi hutan kota?" tanya Yoga.
Terakhir Mal Plaza Senayan juga merupakan bagian dari kawasan olahraga Senayan. "Dari dulu kami sudah dorong ditertibkan juga supaya tadi ada namanya akses keadilan," ujar Yoga.