REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Partai Golkar akan melaksanakan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) akibat konflik dualisme kepengurusan. Salah satu agendanya yakni pemilihan ketua umum.
Pengamat politik, Adhie M Massardi mengungkapkan, pemilihan ketum Golkar harus mampu memperbaiki kondisi internal Golkar. Ia pun menyarankan agar sistem pemilihan ketum diubah. Diyakininya, konflik internal Golkar seringkali timbul karena cara pemilihan yang salah yakni dengan mekanisme satu orang, satu suara.
“Mekanisme yang paling bagus sebagai contoh pemilihan adalah (Ormas) Muhammadiyah,” kata Adhie dalam diskusi ‘Mau Kemana Golkar’, Jakarta, Ahad (21/2).
Dalam sistem pemilihan ketua umum Muhammadiyah, imbuh dia, dibentuk formatur yang bertugas menentukan posisi ketum.
"Jadi, bukan lagi setiap pemilik suara memilih satu nama ketum, tapi pemilik suara memilih siapa formatur atau presidium. Kalau Golkar masih menggunakan sistem ‘one man one vote’ dalam pemilihan ketum, maka potensi masalah baru masih terbuka. Apalagi pemegang hak suara pun masih belum selesai," katanya.
Golkar, lanjutnya, harus menyadari alasan dilaksanakannya munaslub. Jangan sampai munaslub hanya dipandang sebagai munas biasa. Menurut dia, Golkar sudah harus menunjukkan sistem pemilihan umum yang lebih dewasa.
"Sampai saat ini,sistem pemilihan ketum yang dinilai paling dewasa dan demokratis ada di ormas Muhammadiyah. Mereka hanya memilih formatur tanpa memlih ketum. Ini juga dapat memerkecil dan meminimalkan politik uang,” tegas Adhie.
(Baca juga: Tiga Kunci Munaslub Golkar)