Jumat 19 Feb 2016 18:48 WIB

Kekerasan Anak Disebabkan Pornografi

Rep: C38/ Red: Achmad Syalaby
Anti-Pornografi (ilustrasi)
Foto: ROL
Anti-Pornografi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap anak tak lepas dari maraknya aksi pornografi. Hal itu disampaikan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bekasi, Lilik Wakhidah.

Menurut dia, pengaruh terbesar yang menyumbang tingginya angka kekerasan seksual berasal dari penyalahgunaan akses teknologi informasi. Ia menyebut, berdasarkan survei Komisi Perlindungan Anak, dari 4500 remaja, sebanyak 97 persen di antaranya pernah melihat pornografi. 

"Inilah yang membuat miris hati kita sebagai orang tua yang punya anak remaja. Kita sangat tidak aman karena pornografi sangat mudah diperoleh di internet," kata Lilik. Seperti diketahui, data P2TP2A menyebut angka kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi mengalami peningkatan. Dari 2 kasus sepanjang 2015, melonjak hingga 9 kasus per Februari 2016.

Dalam menangani kasus ini, menurut Lilik, kuncinya terletak pada kerjasama antara orang tua dan guru di sekolah dalam mengawasi anak-anak. Ia berharap, dari guru BK dan komite sekolah ada satu koordinasi untuk menyelamatkan anak-anak. Guru BK harus berperan aktif mengawasi perilaku anak, tidak hanya menerima kasus pengaduan.

Wakil Wali Kota Bekasi, Ahmad Syaikhu, menambahkan, pada situasi ini, orang tua berhadapan dengan tantangan perkembangan teknologi informasi di era modernisasi yang sangat pesat. Tidak jarang, orang tua jauh tertinggal dibandingkan anak-anak dalam masalah teknologi.

Syaikhu sepakat, salah satu ujung tombak untuk mengantisipasi pelecehan seksual terhadap anak dan remaja terletak pada guru BK, di samping orang tua. Guru BK perlu lebih sensitif memonitor anak-anak.

Syaikhu bahkan mewacanakan untuk membedakan tunjangan lebih besar kepada guru BK. Kalau tidak bisa dari Dinas Pendidikan, kata Syaikhu, apabila memungkinkan bisa dialokasikan dari BOS.

Lantaran, ia mengaku selama ini sering mendengar keluhan guru-guru BK yang seolah merasa tersingkir dari sekolah. "Oleh karena itu, biar lebih banyak guru yang semangat jadi guru BK, harusnya tunjangannya dibedakan. Nanti saya minta tolong dirumuskan," kata Syaikhu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement