REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Ratusan nelayan di Kabupaten Indramayu, kini menganggur. Hal itu menyusul lama dan berbelitnya pengurusan dokumen kapal untuk melaut.
''Sebenarnya ini bukan hanya dialami ratusan nelayan di Indramayu, tapi ribuan nelayan di seluruh Indonesia,'' ujar Ketua Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Kajidin, di Indramayu, Kamis (18/2).
Kajidin mengatakan, untuk bisa melaut, maka setiap kapal harus dilengkapi sekitar 12 perizinan. Namun, untuk mengurus belasan perizinan tersebut, dibutuhkan waktu hingga berbulan-bulan lamanya.
Adapun perizinan itu, di antaranya Surat Izin Usaha Penangkapan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). Untuk mengurus dua surat tersebut, dibutuhkan waktu sedikitnya enam bulan.
Selain itu, adapula buku kapal. Untuk mengurusnya, dibutuhkan waktu hingga dua tahun. ''Itu baru tiga macam surat, belum lainnya. Pokoknya susah dan lama,'' keluh Kajidin.
Kajidin menyatakan, jika pemilik kapal tidak memenuhi semua surat perizinan tersebut, maka mereka tidak berani melaut. Hal ini karena, mereka akan ditangkap oleh aparat keamanan di laut.
Akibatnya, ratusan nelayan yang biasa bekerja menjadi anak buah kapal (ABK), kehilangan pekerjaan. Padahal, menjadi ABK di kapal-kapal besar merupakan mata pencaharian utama mereka.
Para nelayan yang biasa menjadi ABK itu kemudian ada yang mencoba menjadi nelayan tradisional dengan menggunakan kapal kecil. Namun, melaut dengan kapal kecil seringkali terhambat gelombang tinggi dan minimnya hasil tangkapan di laut. ''Akhirnya banyak yang beralih profesi,'' kata Kajidin.
Selain menjadi kuli bangunan, banyak pula nelayan yang beralih profesi menjadi pengayuh becak, pemulung maupun bekerja di bengkel sepeda. Hal itu mereka lakukan agar tetap dapat memenuhi kebutuhan keluarga.
Salah seorang nelayan, Catiman mengaku saat ini terpaksa bekerja di bengkel sepeda. Kapal milik majikannya kini belum bisa berlayar. ''Melaut pakai perahu kecil malah rugi terus,'' kata Catiman.