Kamis 18 Feb 2016 20:12 WIB

Memelihara Budaya Homoseksual Demi Kesaktian

Rep: Dian Alfath/ Red: Achmad Syalaby
Reog Ponorogo
Foto: Antara Foto
Reog Ponorogo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Program Dompet Dhuafa, Imam Rulyawan mengungkapkan budaya homoseksual ternyata sudah terpelihara di salah satu daerah di Indonesia yakni di Ponorogo, Jawa Timur.

Imam menuturkan, saat dia melakukan program monitoring kegiatan petani di daerah tesebut, ia disambut oleh arak-arakan reog ponorogo yang menjadi ciri khas daerah tersebut.

“Saya digendong di atas kepala reog sampai di atas panggung, bayangkan begitu besar kepala reog itu ternyata hanya ia gigit menggunakan giginya dan itu ternyata kanugrahan atau kesaktian yang dimiliki warog (pemimpin reog),” kata Imam dalam forum diskusi Merangkul Korban, Menolak Legalisasi LGBT di kantor Harian Umum Republika, Kamis (18/2).

Imam melanjutkan, salah satu rahasia untuk menjadi warog, para pemimpin reog itu memiliki gemblak warok, yakni anak laki-laki biasanya berusia sekitar 8 tahun sampai 15 tahun yang dijadikan “anak asuh” oleh seorang warok. Umumnya para warok tersebut tidak menikah.  

Para gemblak  warok tersebut berkonotasi negatif, karena mereka yang dijadikan gemblak semata-mata hanyalah dijadikan alat pemuas nafsu belaka.“Karena, supaya kesaktian warok utuh dia harus melakukan hubungan seks dengan sesama jenis dan tidak boleh berhubungan seksual dengan lawan jenis, artinya di  budaya lokal kita ada sebuah tradisi memelihara homoseksual demi menjaga kesaktian,” tuturnya.

Reog ponorogo merupakan satu dari lima kesenian yang bisa hidup tanpa bantuan pemerintah.Produk budaya lokal ini bisa bersaing memperebutkan pasar ditengah perubahan zaman.Identitas ponorogo yang ditampilkan oleh sosok warok itu bisa erat melekat karena berrnilai positif.Spirit reog itu demikian terasa,dan orang merasa benar-benar berada di Ponorogo . 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement