REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -– Peredaran minuman keras (miras) di kabupaten Sleman telah menelan puluhan korban meninggal. Kondisi ini membuat Bupati Sleman, Sri Purnomo menetapkan status darurat miras di wilayahnya.
“Sekarang Sleman darurat miras, karena yang meninggal sudah 26 orang. DBD saja meninggal dua atau tiga sudah darurat. Ini kan puluhan. Jadi kita harus siaga,” ujarnya saat ditemui pada serah terima jabatan bupati di Pendopo Parasamya, Kantor Bupati Sleman, Rabu (17/2).
Menurutnya, atas peristiwa tersebut, mau tidak mau pemerintah setempat harus melakukan operasi razia yang lebih ketat. Sehingga tidak ada ruang gerak bagi penyebaran miras. Begitu pun untuk miras oplosan. Sri mengatakan, hal ini sesuai dengan Perda Sleman mengenai larangan peredaran miras.
Sebelumnya, Polres Sleman memusnahkan puluhan ribuan botol miras hasil sitaan beberapa bulan terakhir. Kasat Narkoba, Kompol Anggaito Hadi Prabowo menuturkan, dalam pemusnahan kali ini ada salah satu kasus besar yang menonjol.
Antara lain temuan 9.000 botol miras di salah satu gudang yang terletak di Kecamatan Berbah. "Yang di Berbah ini gudang mirasnya di belakang gudang saos dan kecap. Makanya banyak masyarakat yang tidak tahu juga soal ini," ujarnya.
Kapolres Sleman, AKBP Yulianto menyampaikan, keseluruhan nilai miras yang dimusnahkan sekitar Rp 210 juta. Sebab rata-rata dijual Rp 19.500 per botol dari grosir. Sementara di tingkat eceran harganya sekitar Rp 25 ribu per botol. Yulianto mengemukakan, penyebaran miras di DIY sendiri cukup rata, termasuk di Sleman. “Pemusnahan ini adalah salah satu upaya kita untuk meredam dampak buruk dari miras,” katanya.
Menurutnya para pecandu miras rawan melakukan tindakan kriminal. Sebab minuman terlarang tersebut mampu merusak fungsi otak. Di sisi lain, miras juga mampu mengganggu kesehatan, bahkan bisa menyebabkan kematian jika dioplos dengan zat lain.
Adapun korban meninggal akibat miras oplosan saat ini masih berjumlah 26 orang. Sedangkan korban yang dirawat di rumah sakit sudah pulang semuanya. Berdasarkan uji laboratorium, miras yang menyebabkan korban jiwa tempo hari mengandung metanol lebih dari 30 persen.
Polres Sleman sendiri telah mengecek dan mengidentifikasi beberapa lokasi penjual bahan baku miras oplosan. Namun Yulianto enggan menyebut lokasi pasti toko tersebut. Terkait aturan yang akan dikenakan terhadap praktik jual beli bahan kimia berbahaya secara bebas, Yulianto menuturkan, pihaknya tengah mendiskusikan masalah ini dengan Kapolda DIY.
Sementara itu, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Yanto mengatakan, pada kasus peredaran miras, pihaknya hanya bisa memberikan sanksi tindak pidana ringan (Tipiring). Sebab pelanggaran yang dilakukan hanya bersinggungan dengan Perda setempat. Sedangkan untuk miras oplosan yang menyebabkan korban meninggal, sudut pandang hukumnya berbeda lagi. “Untuk oplosan ini, penangannya berbeda. Memang kalau serius bisa dikenakan KUHP,” katanya.
Menurut Yanto, hukuman maksimal bagi Tipiring adalah tiga bulan penjara. Namun sejauh ini, kebanyakan sanksi yang diberikan hanya berupa denda.