Rabu 17 Feb 2016 11:01 WIB

Jokowi Temui Diaspora Indonesia di San Fransisco

Indonesian Diaspora Network
Foto: diasporaindonesia.org
Indonesian Diaspora Network

REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANSISCO -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menemui masyarakat dan diaspora Indonesia yang tinggal di San Fransisco, Amerika Serikat (AS). Presiden Jokowi yang didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo hadir di Auditorium Palace of Fine Arts, San Fransisco, Selasa (16/2)sekitar pukul 18.45 waktu setempat atau Rabu (17/2) sekitar pukul 09.45 WIB.

Konsul Jenderal RI di San Fransisco Ardi Hermawan pada kesempatan itu mengatakan jumlah masyarakat dan diaspora Indonesia yang hadir untuk bertemu Presiden sebanyak 800 orang.

"Jumlah yang hadir pada malam hari ini sebanyak 800 orang terdiri dari profesional dan pekerja IT, para peneliti, dan mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di universitas terkemuka di San Fransisco," ungkapnya.

Ada pula masyarakat dari kalangan sosial keagamaan, komunitas kedaerahan, pekerja seni yang tergabung dalam kelompok seni budaya dari Jawa, Sunda, Bali, dan kontemporer Bali.

"Banyaknya masyarakat Indonesia yang bekerja di Silicon Valley menunjukkan pengakuan kepada Indonesia," ucap Ardi Hermawan.

Presiden Jokowi mengatakan sejak menjabat sebagai Presiden, ia sudah dua kali ke AS.

"Saya sudah dua kali ke Amerika, jauh banget," katanya membuka pidatonya yang disambut dengan tawa oleh hadirin.

Pada kesempatan itu, Presiden mengatakan ingin menyampaikan beberapa hal yang terkait masalah dan tantangan yang dihadapi di Tanah Air. Ia mencontohkan pada 2014 terjadi krisis Yunani dan ketika disiapkan langkah antisipasi justru muncul kendala lain yakni depresiasi mata uang yuan.

Ketika disiapkan antisipasinya, malah muncul penguatan suku bunga akibat kebijakan The Fed, hingga kemudian muncul masalah penurunan harga minyak.

"Dunia memang seperti itu," ujar Jokowi.

Di hadapan masyarakat dan diaspora Indonesia di San Fransisco, Presiden juga menjelaskan soal kompetisi, termasuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang telah diberlakukan mulai Januari 2016.

"Kemarin kita masuk AEC yang sudah tidak bisa kita tolak lagi, di depan kita juga sudah ada TPP, di depan lagi ada RCEP blok Cinanya, ada FTA Uni Eropa, ini era keterbukaan," katanya. 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement