REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- United Nations Development Programme (UNDP) merancang program penguatan LGBT. Program jangka panjang bernama the Being LGBT in Asia Phase 2 Initiative (BLIA-2) ini didukung Kedubes Swedia di Bangkok, Thailand, dan lembaga pendanaan AS, USAID.
Program garapan UNDP ini menargetkan empat negara, yaitu Indonesia, Filipina, Thailand, dan Cina, yang berlangsung dari 2014 sampai 2017 mendatang. Dana yang mereka gelontorkan untuk memuluskan BLIA-2 sebesar 8 juta dolar AS.
(Baca: UNDP Keluarkan Rp 108 Miliar untuk LGBT Indonesia).
Laman resmi UNDP memaparkan sejumlah tujuan yang hendak mereka capai, yaitu membangun dan memberdayakan masyarakat untuk mendukung pelaku LGBT mengetahui hak-haknya. "Selain itu, agar LGBT memiliki akses hukum," demikian uraian UNDP.
Dengan demikian, komunitas LGBT dengan mudah bisa melaporkan pelanggaran atas hak asasi mereka. Tujuan lainnya, memobilisasi masyarakat hingga terwujud advokasi hukum serta mendorong perubahan kebijakan yang menjamin hak-hak LGBT.
BLIA-2 juga menghendaki terjadinya dialog dengan para pemangku kepentingan, seperti organisasi keagamaan, swasta, otoritas hukum, dan institusi pendidikan. Dialog ini diarahkan untuk menyudahi stigma, diskriminasi, dan tindakan yang mengganggu LGBT.
Nantinya LGBT mempunyai akses sama dengan kelompok masyarakat lainnya pada layanan publik. Program BLIA-2 ini diharapkan pula melahirkan capaian. UNDP ingin kapasitas organisasi LGBT meningkat dalam mobilisasi, advokasi, dan dialog soal kebijakan terkait LGBT.
Tak hanya itu, capaian tak kalah penting adalah meningkatnya kapasitas dan aksi pemerintah, otoritas hukum, parlemen, dan lembaga hak asasi manusia nasional dalam merumuskan hukum dan kebijakan mengenai orientasi seks dan identitas gender.