REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Perkembangan perkotaan dinilai berpengaruh terhadap perubahan iklim. Perubahan yang dominan terjadi meliputi suhu udara dan bencana alam. Saat ini diperkirakan 40 persen kota di dunia mengalami perubahan iklim. Termasuk wilayah perkotaan Yogyakarta.
Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang dipadati bangunan. Sementara tutupan vegetasinya sedikit. Akibatnya, suhu udara terus mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan melalui citra saluran infra merah termal, suhu tinggi di Yogyakarta ada di pusat perkotaan.
Sementara suhu yang lebih rendah terjadi di kawasan pinggiran. Lalu mulai menjadi dingin di area yang merupakan bagian luar fisik kota. Kemudian menjadi lebih dingin di wilayah yang semakin jauh perkotaan.
“Distribusi suhu tinggi ada di pusat kota yogyakarta. Terutama pada tutupan lahan bangunan permukiman padat yang ada di daerah pinggiran dan juga terdapat pada lahan terbuka kering,” kata Dosen Fakultas Geografi UGM, Retnadi Heru Jatmiko, Selasa (16/2).
Heru sendiri melakukan penelitian ini sepanjang tahun 2013 dan 2014. Ia mengatakan lahan yang tertutup oleh bangunan, aspal, dan atap di pusat Kota Yogyakarta memiliki temperatur lebih tinggi. Hal sebaliknya terjadi pada lahan tutupan berupa vegetasi yang berada di luar perkotaan.
“Perubahan tutupan lahan di daerah perkotaan ternyata mempengaruhi suhu permukaan obyek di perkotaan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap suhu udara secara mikro,” kata Heru. Menurutnya, perubahan suhu udara merupakan parameter iklim yang dapat langsung dirasakan.