Dalam dunia kreatif berupa karya novel, film, dan puisi di Indonesia soal pelacuran banyak dibahas serta mudah ditelusuri jejaknya. Namun, di antara karya sastra, ada satu novel yang secara khusus mengulik atau menjadikan Kalijodo sebagai setting, khususnya dalan kaitan masyarakat etnis Cina di Ibu Kota. Dan, novel itu adalah Ca-Bau-Kan, karya munsyi (sastrawan/penulis) Remy Silado atau Yapi Tambayong.
Remy yang dijuluki si jenius multitalenta karena keluasan pengetahuan, bahkan kerap dijuluki "kamus berjalan", menulis novel yang pernah dimuat secara bersambung di Republika dengan memikat. Bahasanya lentur dan lembut. Bahkan, dalam titik krusial ketika menyebut berbagai perilaku manusia di Kalijodo, dia berhasil menghindarkan diri dari penggambaran yang cabul. Akibatnya, novel Cau-Bau-Kan mendapat ganjaran novel terbaik. Saking terkenalnya novel ini, maka kemudian sempat dijadikan film dengan judul yang sama yang disutradari Nia Dinata.
Sama dengan novelnya, film Ca-Bau-Kan meraup sukses pada ajang Festival Film Asia Pasifik ke-47 di Seoul, Korea Selatan, tahun 2002. Dalam ajang ini, Ca-Bau-Kan meraup penghargaan penata artistik terbaik untuk Iri Supit dan sutradara pendatang baru terbaik untuk Nia Dinata.