REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Sudah beberapa hari lamanya sampah pasar menggunung di tempat relokasi Pasar Limbangan di Kampung Pasopati, Desa Limbangan Tengah, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut.
Akibatnya banyak masyarakat yang mengeluh karena bau yang ditimbulkan dari gunungan sampah tersebut.
Petugas kebersihan pasar relokasi Limbangan, Anda (46 tahun) mengatakan, sampah pasar diangkut setiap dua pekan sekali oleh petugas dari dinas.
Tapi, ia bersama rekannya tetap mengambil sampah dari lapak pedagang setiap hari. Kemudian membuangnya di belakang pasar relokasi Limbangan.
"Memang enggak ada TPS, ya dibuangnya di sini di belakang pasar," kata Anda kepada Republika, Senin (15/2).
Sejumlah pedagang yang berada di dekat lokasi gunungan sampah pun mengeluhkan bau sampah tersebut. Sebab, sampah pasar dari kegiatan jual beli dibuang di bagian belakang pasar relokasi Limbangan dekat dengan lapak pedagang. Bahkan ada seorang pedagang yang sakit akibat setiap hari menghirup bau sampah.
Nurhayati (32) seorang pedagang kelontong yang berjualan dekat dengan gunungan sampah mengaku, sudah cukup lama berdagang dekat lokasi pembuangan sampah.
Ia menjelaskan, awalnya tidak mengalami masalah penciuman. Hal tersebut pun tidak dianggap janggal olehnya. Lama-kelamaan bau sampah yang ada di dekatnya seolah tidak tercium lagi.
"Saya pikir karena sudah terbiasa jadi enggak bau sampah lagi, ternyata setelah memeriksakan diri ke dokter saya pun kaget divonis mengalami gejala penyakit polip hidung," kata Nurhayati.
Nurhayati pun menjalani berobat jalan hingga sekarang akibat penyakit gejala polip yang dideritanya. Menurut pengakuannya, sampai sekarang pun masih belum bisa mencium bau, meski sudah berbulan-bulan berobat.
Hal serupa dikatakan pedagang warung kopi di pasar relokasi Limbangan, Yayan (30) mengungkapkan, banyak pedagang yang mengalami gangguan pernapasan, batuk, mual, dan gangguan penciuman.
Mereka sudah mengadukan masalah gunungan sampah tersebut karena mengancam kesehatan orang yang beraktivitas di dekatnya. Tepi, menurutnya sampai saat ini tidak mendapatkan respon.
Padahal, dikatakan Yayan, para pedagang membayar retribusi kebersihan setiap hari sebesar Rp 1.000 sampai Rp 2.000. Tapi, pengangkutan sampah hanya berjalan setiap dua pekan sekali. Kedepannya, masyarakat dan pedagang berharap pengangkutan sampah di belakang pasar relokasi Limbangan dilakukan setiap hari.
"Kalau diangkut sedikit-sedikit asal tiap hari pasti berkurang sampahnya dan bukan hanya pedagang tapi juga masyarakat sekitar dan pembeli pun terkena dampak dari gunungan sampah itu," ujar Yayan.