REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pengamat politik Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatra Barat (Sumbar), Edi Indrizal menilai ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Jokowi berdasarkan hasil survei yang dirilis Indikator Politik Indonesia membuktikan orang Minang lebih terdidik.
"Oleh sebab itu, apa yang disampaikan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, bahwa orang Minang satu-satunya suku bangsa yg tidak puas terhadap kinerja Jokowi bukan pernyataan rasis," katanya di Padang, Senin (15/2).
Menurutnya hasil survei tersebut sekaligus mengonfirmasi kekalahan telak Jokowi pada pilpres lalu di Sumbar. "Ini juga mengonfirmasi kekhasan pilihan masyarakat Minang terhadap partai politik yang memandang PDI Perjuangan hanya partai gure mmeski di nasional menang," tambahnya.
Ia memandang jika ada sebagian orang yang berpendapat apa yang dikemukakan Burhanuddin rasis lebih karena belum paham dan awam terhadap survei. Dengan survei dapat dianalisis preferensi perilaku masyarakat berdasarkan dimensi demografis seperti umur, gender, desa, kota, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, hingga etnis.
Ia menilai salah satu yang menarik dari survei tersebut adalah perbandingan desa dan kota yaitu tingkat kepuasan publik responden di perdesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. "Dengan kata lain, di perkotaan lebih tinggi ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi, demikian juga berdasar tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan ketidakpuasan juga lebih tinggi," ujar dia.
"Ini berarti mempertegas posisi orang Minang memang khas di tengah-tengah heterogenitas suku bangsa di Indonesia, yakni 'lebih kota' dan 'lebih terdidik'," lanjutnya.
Karena itu ia menegaskan hasil survei Indikator bukan soal rasis melainkan preferensi politik menurut aspek demografis semata yang merupakan kelebihan metode survei dengan cara ilmiah menangkap sisi-sisi realitas perilaku politik masyarakat.
Ia menambahkan berdasarkan preferensi politik bagi orang Minang Jokowi dinilai kurang memenuhi kriteria figur ideal pemimpin publik dari segi tokoh. "Namun tidak berarti ada kandungan kebencian arau rasis, ini juga bukan soal pilihan yang salah atau benar hanya realitas demokrasi yang wajar dan normal," ujarnya.