Ahad 14 Feb 2016 20:39 WIB

Muncul Retakan Tanah di Pangalengan, Longsor Ancam Warga

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nur Aini
Jalur rawan longsor.   (ilustrasi)
Foto: Antara/Ampelsa
Jalur rawan longsor. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sejumlah warga di sejumlah desa di Kecamatan Pangalengan kian mewaspadai ancaman bencana longsor yang berpotensi terjadi di musim hujan ini. Potensi terjadinya longsor makin besar mengingat adanya retakan tanah di beberapa desa.

Camat Pangalengan Yayan Suheryan menuturkan, beberapa warga, khususnya yang tinggal di sekitar retakan tanah, selalu mengungsi jika hujan mengguyur dalam waktu yang lama. Sebab, dikhawatirkan struktur tanah menjadi amblas akibat derasnya hujan sehingga bisa menerjang rumah warga.

"Ada tiga rumah yang penghuninya sudah mengungsi. Ini yang di Kampung Sidamukti Desa Pangalengan," kata Yayan, di Bandung, Ahad (14/2).

Yayan menambahkan, struktur bangunan tiga rumah tersebut memang sudah mulai meretak. Tak hanya tiga rumah ini, pun ada 19 rumah di kampung tersebut yang berpotensi longsor karena struktur bangunan yang juga sudah retak. Sebagian penghuni rumahnya sudah mengungsi ke lokasi yang aman.

Selain Desa Pangalengan, ada empat desa lain yang memiliki retakan tanah, yakni Desa Sukamanah, Margamekar, Pulosari, dan Margamukti. Retakan tanah yang paling parah ada di Desa Pangalengan dan Sukamanah itu. Panjang retakannya mencapai puluhan meter dan sudah ada sekitar tiga tahun lalu.

Sembilan keluarga di Desa Sukamanah, sudah sering mengungsi jika hujan turun dalam waktu yang lama. "Ada yang mengungsi di rumah saudaranya, tetangganya, ada juga yang di PAUD," kata dia.

Retakan tanah di Margamekar, Yayan mengakui, tidak dalam. Diameter retakannya pun kecil. Retakan yang di Margamekar ini terusan dari retakan di Sukamanah. "Kalau retakan yang di Pulosari dan Margamukti, ada di lahan perkebunan teh," tutur dia.

Yayan menjelaskan, masyarakat setempat akan mulai bergotong-royong jika menemukan retakan tanah. Retakan tersebut ditutup dengan tanah liat agar air hujan tidak merembes masuk ke dalam tanah yang retak itu. Sebagian warga yang lain membersihkan saluran drainase di kawasan pemukiman.

Pohon yang diameter batangnya lebih dari 15 sentimeter pun ditebang agar struktur tanah yang miring itu tidak terbebani. Rekomendasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), kata Yayan, juga mengharuskan warga yang tinggal di sekitar retakan untuk mengungsi saat hujan turun dalam waktu yang lama.

Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung pun menetapkan status Darurat Bencana di Kabupaten Bandung, terhitung dari 10 Februari sampai 4 Mei. Bencana yang berpotensi terjadi yakni banjir, longsor, dan angin puting beliung.

Kepala BPBD Kabupaten Bandung Tata Irawan menuturkan, penetapan status tersebut agar masyarakat meningkatkan kewaspadaannya terhadap potensi bencana alam di musim hujan ini. "Kalau dari prakiraan cuaca, Kabupaten Bandung akan selalu turun hujan selama Februari ini," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement