Jumat 12 Feb 2016 23:13 WIB

Luhut: Mana (Pasal) yang Melemahkan (KPK), di Mana?

Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)  Luhut Binsar Panjaitan mempertanyakan poin pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam revisi terhadap UU tentang KPK.

"Kalau empat poin yang dimaksud, saya tanya mana yang melemahkan dan melemahkan di mana,?" tanya dia di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat.

SP3 untuk orang mati dalam salah satu poin revisi, ucap dia, untuk melindungi hak asasi manusia karena sebelumnya terdapat kasus tersangka hingga meninggal tidak mendapat SP3. Luhut menuturkan jika terdapat alat bukti lain, maka sebaiknya boleh diberikan.

Selanjutnya mengenai penyadapan, ia menilai KPK dulu dapat menyadap semaunya dan dalam revisi harus ada persetujuan memang dimengerti jika KPK keberatan. "Kalau tidak setuju tambahin penyadapan harus izin pengadilan saya mengerti, empat poin didiskusikan kalau tidak setuju datang ke saya, saya memang tidak ahli hukum, tetapi sedikit-sedikit ngerti," ujar dia.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengingatkan pihak-pihak lain tidak mencari popularitas dengan menolak revisi undang-undang tentang KPK. "Kalau keluar dari situ kami tidak apa-apa, jadi anggapan Presiden melemahkan KPK itu sama sekali tidak, tetapi kami tidak ingin orang mencari popularitas tolak-tolak begitu juga," kata Luhut.

Terdapat empat hal yang rencananya akan direvisi oleh DPR, yakni pertama soal penyadapan pada pasal 12A yang menyatakan bahwa penyadapan dapat dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan atas izin tertulis Dewan Pengawas (ayat 1).

Baca juga, Presiden Jokowi Harus Tolak Pelemahan KPK.

Pimpinan KPK meminta izin tertulis dari Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan (ayat 2), dan penyadapan dilakukan paling lama 3 bulan sejak izin tertulis diterima penyidik dan dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu yang sama (ayat 3).

Kedua soal Dewan Pengawas yang diatur dalam pasal 37 yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Kemudian menyelenggarakan sidang untuk memeriksa ada dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK, melakukan evaluasi kinerja pimpinan KPK secara berkala dalam 1 tahun dan menerima serta menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK atau pelanggaran tertentu dalam UU.

Ketiga soal pengangkatan penyelidik dan penyidik KPK (pada pasal 43 dan 45). Keempat wewenang penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh KPK

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement