REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Senior Mazhab Djaeng for Multicultural Studies and Social Science Malang, Hasbullah Halil, menilai keputusan pemerintah melibatkan Indonesia dalam persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah keputusan yang salah dan gegabah. Menurut dia, masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya siap menghadapi persaingan global tersebut.
''Dengan berlakunya MEA maka masyarakat kecil akan semakin tertindas, tenaga kerja Indonesia akan tergantikan oleh tenaga kerja asing yang notabanenya sudah dipersiapkan secara kemampuan sejak lama. Apabila hal ini dibiarkan, maka kemiskinan di Indonesia akan semakin meningkat," kata Halil, Jumat (12/2).
Halil mengatakan MEA hanya akan membawa dampak buruk bagi Indonesia. Hegemoni kapitalis global, kata dia, akan semakin merajalela. ''Eksploitasi sumber daya alam kita hanya akan menguntungkan pihak asing, sementara rakyat Indonesia hanya akan menerima efek buruknya,'' ujarnya.
Alumnus Hubungan Internasional Universitas Muhamadiyah Malang ini menjelaskan dengan berlakunya MEA maka pemerintah diwajibkan membangun infrastruktur yang mendukung. Infrastruktur tersebut, kata dia, hanya akan dinikmati oleh para pengusaha, terutama pengusaha dari negara lain. Sementara kaum pribumi menengah ke bawah, kata dia lagi, hanya menjadi penonton yang tidak berdaya karena minim kemampuan.
"Semakin banyak pembangunan infrastruktur maka akan semakin banyak lahan-lahan produktif yang akan digantikan dengan bangunan berupa jalan tol, pelabuhan, hotel, apartemen, dan bangunan beton lainnya," katanya.
Halil meyakini dengan keterlibatan pada zona bebas ini maka masyarakat Indonesia hanya akan menjadi 'babu' di negeri sendiri.
"Banyak perusahaan tambang di negeri ini, mulai dari minyak, gas, nikel, sampai emas, tapi semuanya bukan punya Indonesia. Lantas kita mau bersaing di bidang apa?" tanya dia.