REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai bisa dianggap mencederai rasa keadilan masyarakat jika menghentikan kasus penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Suparji menilai proses penyidikan dalam kasus Novel sudah berjalan dengan baik di kepolisian.
"Kalau diselesaikan lewat Istana maka akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum dan mencederai rasa keadilan. Padahal kasus Novel yang sudah disidik oleh Mabes Polri dan telah P21," kata Analisis Hukum dari Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad di Jakarta Selatan, Rabu (10/2).
Selain itu, kata Suparji, Kejaksaan Tinggi Bengkulu juga telah menyatakan bahwa berkas Novel telah lengkap (P21). Sehingga, lanjut dia, layak diselesaikan di pengadilan.
"Agar kasus Novel menjadi terang benderang untuk menentukan siapa yang bersalah atau tidak," ujarnya.
Menurut Suparji, dengan masuknya kasus Novel ke pengadilan, hal tersebut juga memberikan rasa keadilan bagi penyidik KPK tersebut.
"Jika tidak diselesaikan di pengadilan maka yang bersangkutan akan terus menerus dan menjadi tersangka," katanya lagi.
Ia menambahkan, jika Kejaksaan Agung tidak melanjutkan perkara ke pangadilan maka telah mengingkari kinerja yang telah dilakukan Mabes Polri yang telah melakukan penyidikan.
Selain itu, dengan menghentikan kasus Novel, kata dia, juga bisa menjadi referensi bahwa kasus yang menimpa penyidik KPK bisa dihentikan. "Padahal hukum tidak bisa diintervensi dan dikriminalisasi oleh siapapun," ucapnya.