Rabu 10 Feb 2016 12:47 WIB

Jokowi Bahas Hankam dengan Rusia

Presiden Joko Widodo
Foto: Reuters/ Yuri Gripas
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo telah membahas isu pertahanan dan keamanan saat menerima kunjungan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (10/2). Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan ditemui usai pertemuan di kompleks Istana Merdeka mengatakan, Nikolai menyampaikan hasi pertemuan bilateral dengan kementeriannya di antaranya mengenai kerja sama intelejen, alat utama sistem senjata (alutsista), pemberantasan narkoba dan penanggulangan terorisme.

"Mereka juga punya kepentingan menyangkut masalah narkoba. Oleh karena itu mereka juga ingin sharing intelejen menyangkut masalah penanggulangan narkoba," kata Luhut.

(Baca: Jokowi Terima Dewan Keamanan Rusia)

Delegasi Dewan Keamanan Rusia didampingi Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikail Galuzin saat pertemuan tersebut. Menurut Luhut, Rusia menawarkan beberapa alat pertahanan canggih seperti pesawat tempur Sukhoi SU-35, kapal selam dan kapal cepat.

Luhut mengatakan pihak Rusia bersedia melakukan transfer teknologi dengan Indonesia dalam kerja sama alutsista itu. Selain itu, Presiden juga membahas isu internasional tentang ketegangan hubungan Arab Saudi dan Iran.

"Presiden menyatakan tadi kami ingin supaya Rusia dan negara-negara lain memahami sikap Indonesia untuk membantu mengurangi ketegangan di kawasan," kata Luhut.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Presiden Jokowi juga telah menerima undangan dari pemerintah Rusia untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Rusia-ASEAN yang akan diselenggarakan di Sochi pada Mei 2016.

"Presiden menyampaikan Insya Allah akan hadir," kata Menlu.

Menurut Menlu, Presiden Jokowi juga mengundang pemerintah Rusia untuk hadir sebagai negara observer dalam KTT Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang akan diselenggarakan di Jakarta pada 6-7 Maret 2016. "Rusia sudah menjadi satu di antara empat negara yang menjadi 'observer'. Jadi meminta secara lisan walaupun sudah ada undangan tertulisnya untuk menghadiri KTT," kata Menlu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement