REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —- Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan menjadi salah satu agenda legislasi yang mesti dirampungkan oleh parlemen secepatnya. Pasalnya, 90 persen tanah yang dimiliki masyarakat saat ini hanya dikuasai oleh lima persen orang kaya di Indonesia.
Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini menyatakan komitmennya agar RUU tersebut dapat segera diselesaikan pada periode DPR RI 2014-2019. “Fraksi PKS ingin RUU ini disahkan secepatnya, sehingga dapat menciptakan keadilan dan mendorong kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam hal penguasaan atas tanah,” ujar Jazuli di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (10/2).
Direktur Eksekutif Epistema Institute, Myrna A Safitri menuturkan, RUU Pertanahan sejatinya dapat menawarkan solusi baru bagi terwujudnya reformasi agraria di Indonesia. Apalagi, masalah pertanahan selama ini kerap memicu konflik, tidak hanya antarsesama masyarakat, tetapi juga masyarakat versus pemerintah.
Ia pun mengapresiasi langkah DPR yang memasukkan RUU Pertanahan ke dalam daftar RUU Prioritas Prolegnas 2016. RUU tersebut dirumuskan sebagai dasar untuk menggantikan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang kerap mendefinisikan tanah negara sebagai Tanah Milik Negara.
“Padahal, definisi tanah negara itu seharusnya negara sebatas memiliki kewenangan untuk mengelolanya, bukan hak negara untuk memilikinya,” jelas Myrna.
Wakil Ketua Komisi II Mustafa Kamal mengungkapkan, pengesahan RUU Pertanahan sudah cukup lama tertunda pada periode sebelumnya. Namun demikian, dia mengatakan jika RUU Pertanahan dijadikan UU pokok yang membahas persoalan agraria, maka aturan-aturan turunan yang terkait dengannya otomatis akan ikut serta direvisi.
“Dengan begitu, pernyataan ‘tanah untuk rakyat’ tidak lagi sebatas slogan para pejabat,” ucap legislator PKS dari Dapil Sumatra Selatan I itu.