Selasa 09 Feb 2016 12:50 WIB

Dubes AS: Jokowi Wajib Dorong Potensi Inovasi Digital

Dubes AS untuk Indonesia, Robert Orris Blake dalam kuliah umum Innovation and the Digital Economy di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI), Selasa (9/2).
Dubes AS untuk Indonesia, Robert Orris Blake dalam kuliah umum Innovation and the Digital Economy di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI), Selasa (9/2).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pemerintah Amerika Serikat mendorong Indonesia untuk memfokuskan pembangunan di bidang ekonomi digital. 

"Presiden Jokowi saat berkunjung ke AS Oktober 2015 lalu juga menunjukkan komitmen kuat untuk memanfaatkan momentum digital ekonomi untuk menyokong reformasi di bidang ekonomi," ungkap Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert Orris Blake

Dalam kuliah umum Innovation and the Digital Economy di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI), Selasa (9/2).

Blake mencermati, semenjak media sosial menjadi booming, terdapat perubahan besar di seluruh dunia. Salah satunya mendorong pemerintahan negara menjadi lebih transparan melalui jejaring internet of thing (IoT). Riilnya, dari sektor e-commerce di Amerika Serikat mencapai 30 juta dollar AS pada tahun 2015 atau nilainya sama seperti 6 persen dari GDP (gross domestic product) AS.

Sementara Indonesia, menurut Blake, berpotensi besar menjadi pelaku ekonomi digital terbesar. Lantaran tercatat ada sekitar 85 juta orang Indonesia selalu online setiap harinya. 

"Ini sebuah potensi, terutama dalam perkembangan e-commerce. Salah satunya yang sudah berjalan adalah Go-Jek yang menjadi jawaban masalah kemacetan di Jakarta serta meningkatkan pendapatan masyarakat," tegas Blake.

Penetrasi ekonomi digital dicermatinya sebagai pemicu sektor swasta untuk berinovasi. Pemerintah Indonesia, didorong oleh Blake, harus mendukungnya dengan sebuah peraturan dan peningkatan jejaring bisnis.

"Presiden Jokowi wajib mendorong potensi teknologi inovasi digital karena AS yakin bahwa Indonesia bisa mewujudkan seperti Silicon Digital Valley," tegas Blake.

Yang dibutuhkan oleh pemerintah Indonesia adalah keterbukaan akses publik dan sektor swasta untuk mendapatkan sumber daya manusia yang kompeten informasi teknologi, permodalan, dan inovasi untuk bertransformasi.

Untuk SDM, Blake optimistis Indonesia mempunyai generasi muda yang melek teknologi. AS pun menawarkan sejumlah kerjasama dengan universitas untuk membangun komunitas start up dan technopreuners.

Kemudian, untuk permodalan, anak muda Indonesia diakuinya berbakat sehingga investasi start up dilirik para pemodal asing dari Jepang maupun AS. Untuk sektor inovasi, Blake menilai orang Indonesia jagoan dalam ide-ide konsep start up.

Blake kembali menegaskan bahwa pemerintah AS selalu berkomitmen mendukung Indonesia menjadi pemain terbesar ekonomi digital di Asia Tenggara.

“Kami percaya, pasar melihat potensi besar Indonesia dan perusahaan besar seperti Google, Microsoft dan Facebook ingin mendukung Indonesia juga,” ujar Blake.

Blake juga mengutip pernyataan Menkominfo Rudiantara bahwa nilai bisnis ekonomi digital Indonesia mencapai  130 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1,756 triliun pada tahun 2015.

Menurut Menkominfo, salah satu tujuan pemerintah Indonesia yakni menciptakan 1.000 technopreuner hingga tahun 2020 yang menciptakan bisnis digital baru hingga 10 juta dollar AS.

Direktur Pusat Kajian Wilayah Amerika UI Suzie Sudarman menegaskan, transformasi ekonomi ini harus dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia dengan mendorong kampus-kampus di Indonesia untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk melahirkan komunitas technopreuner.

"AS mempunyai lebih dari 24 ikatan kerjasama dengan universitas untuk peningkatan kemampuan mahasiswa dan dosen. Pemerintah harus mendorong tiga akses tadi, people, capital, dan innovation," kata Suzie.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement