Senin 08 Feb 2016 16:59 WIB

Imlek di Mata Muslim Tionghoa

Rep: c38/ Red: Andi Nur Aminah
Warga keturunan Tionghoa melepas burung dalam rangka menyambut tahun baru Imlek 2567 di Klenteng tertua Dharma Bakti, Jakarta, Senin (8/2).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Warga keturunan Tionghoa melepas burung dalam rangka menyambut tahun baru Imlek 2567 di Klenteng tertua Dharma Bakti, Jakarta, Senin (8/2). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Bagi peranakan Muslim Tionghoa seperti Deasy (32), perayaan tahun baru Imlek tak ubahnya hari lebaran. Tak ada ibadah sembahyang di klenteng melainkan tahun baru Imlek adalah waktu berkumpul dengan sanak saudara.

"Nggak ke klenteng. Ya cuma ngumpul-ngumpul aja kayak lebaran. Silaturahim ke saudara-saudara," tutur Deasy, warga Pondok Gede, Kabupaten Bekasi, kepada Republika.co.id, Senin (8/2).

Peranakan Muslim Tionghoa ini sudah memeluk Islam sejak lahir. Kedua orang tua Deasy beragama Islam. Darah Tionghoa dia dapat dari sang ayah, sedangkan ibunya berasal dari suku Jawa. 

Deasy mengaku sudah keturunan Tionghoa yang kesekian. Ayahnya pun bukan Tionghoa asli, melainkan blasteran Jawa-Tionghoa. "Kayaknya yang asli Tionghoa itu buyut. Bapak saya juga sudah nggak bisa bahasa Cina," ujar Deasy setelah berpikir sesaat.

Keluarga Deasy biasanya mengisi tahun baru Imlek dengan tradisi kumpul keluarga sambil bagi-bagi angpau pada keponakan yang masih kecil. Suasananya mirip saat lebaran. Hanya saja, pada saat lebaran justru tidak ada tradisi bagi-bagi amplop atau salam tempel. Di tengah keluarga besarnya, tradisi bagi-bagi amplop dilakukan hanya pada saat Imlek.

Perempuan 32 tahun ini mengaku sudah tidak memegang teguh adat istiadat Tionghoa. Keluarganya tergolong tipikal keluarga modern. Pernak-pernik Imlek pun tidak pernah ada di rumahnya kecuali lampu dan lampion. Walau, kadang-kadang ayahnya memasang hio atau dupa sebagai pewangi ruangan. Pada malam imlek pun, tidak pernah diadakan tradisi makan bersama dengan menu ikan laiknya Tionghoa asli.

Deasy menambahkan, memang masih ada sepupu ayahnya yang memegang teguh adat Tionghoa, tapi rata-rata non-Muslim. Dia mengatakan mayoritas keturunan Tionghoa Muslim sudah tidak terlalu kuat memegang adat istiadat Tionghoa, termasuk saat perayaan Imlek. "Karena kebetulan juga sudah jauh keturunannya. Keluarga bapak juga agamanya sudah macam-macam," lanjut Deasy.  

Ia menuturkan, nenek moyang Tionghoa di keluarganya sudah lama berbaur dengan masyarakat pribumi. Agama yang dianut pun tidak dominan Konghucu. Deasy mengatakan keluarga besar ayahnya ada yang beragama Islam, Kristen, dan Katolik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement