Ahad 07 Feb 2016 11:45 WIB

Ini yang Dilakukan Pemerintah untuk Antisipasi PHK

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Muhammad Hafil
Massa demo menolak ancaman PHK yang dilakukan perusahaan.
Foto: Antara
Massa demo menolak ancaman PHK yang dilakukan perusahaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian sedang menyelesaikan penyusunan peraturan pemerintah (PP) baru yang akan mewajibkan industri untuk melakukan pelaporan secara berkala. Hal ini dilakukan untuk mencegah berhentinyaa kegiatan produksi secara mendadak, dan hengkangnya investor dari Indonesia.  

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian Haris Munandar mengatakan, laporaan tersebut dapat menjadi indikator kesehatan industri yang ada di dalam negeri.

Menurut dia, selama ini belum ada kewajiban bagi perusahaan di sektor manufaktur untuk memberikan laporan perkembangan industri dan produksinya.

"Biasanya perusahaan melapor kalau sudah tutup produksi, dan ini sebetulnya bisa dicegah dengan pelaporan secara berkala sehingga nanti dalam PP tersebut akan kami wajibkan untuk lapor," ujar Haris di Jakarta, Ahad (7/2).

Haris mengatakan, dengan PP baru tersebut nantinya bisa dipantau perusahaan-perusahaan manufaktur yang sedang tidak sehat.

Menurut Haris, PP ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian mengenai Sistem Informasi Industri Nasional (SIIN). Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap perusahaan industri wajib menyampaikan data industri yang akurat, lengkap, dan tepat. 

Haris menjelaskan, PP tersebut nantinya berisi sejumlah poin pelaporan seperti utilisasi industri, teknologi, kondisi tenaga kerja, dan poin-poin lainnya. Jika ditemukan permasalahan, maka Kementerian Perindustriaan bisa dengan cepat memberi masukan kepada perusahaan yang bersangkutan.

"Melalui laporan rutin setiap enam bulan sekali bisa terlihat bagaimana keadaan perusahaan," kata Haris.

Selain itu, di dalam PP tersebut nantinya akan ada sanksi jika perusahaan manufaktur itu tidak mau melaporkan kegiatan produksinya. Haris mengatakan, saat ini PP tersebut masih dalam tahap harmonisasi dan diharapkan bisa rampung pada tahun ini. 

Namun, Haris menegaskan, bukan berarti dengan pelaksanaan pelaporan berkala, penghentian produksi atau operasi industri bisa terdeteksi secara mudah. Pasalnya, penghentian produksi atau operasi. bukan semata-mata terjadi akibat produktivitasnya menurun. 

"Bisa jadi hal itu karena keputusan manajemen yang mendadak, atau kalau Penanaman Modal Asing (PMA), kadang perusahaan induknya di luar negeri yang ingin hentikan operasionalnya," ujar Haris.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada 2015 pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang sebesar 4,57 persen dan industri kecil dan mikro sebesar 5,71 persen. Kontribusi industri pengolahan tercatat sebesar 20,84 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dengan nilai Rp. 11.540 triliun secara harga nominal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement