Ahad 07 Feb 2016 10:37 WIB

CIPS: Pemerintah Jangan Terjebak Politik Mercusuar

Presiden Jokowi menandatangani prasasti proyek kereta cepat.
Foto: Setkab
Presiden Jokowi menandatangani prasasti proyek kereta cepat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Centre for Indonesian Political Studies (CIPS), MA Hailuki menyebut pemerintah perlu cermat dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Terlebih, sederet megaproyek tengah digagas pemerintahan Jokowi-JK, mulai dari tol laut, pembangunan pelabuhan baru, MRT hingga kereta cepat. 

Pengelolaan profesional, akuntabel, dan bertanggung jawab, kata Luki, perlu dilakukan agar pemerintahan tidak terjebak dalam pembangunan yang bersifat mercusuar. Penilaian negatif masyarakat bisa saja muncul, seiring karakter pemerintahan yang terlihat bakal cenderung lepas dari semangat ekonomi kerakyatan.

"Apalagi ketika kemudian sejumlah proyek yang direncanakan mangkrak tanpa kelanjutan, kata Luki, Ahad (7/2).

Presiden Jokowi mengalokasikan anggaran infrastruktur sebesar Rp 290,3 triliun pada 2015. Angka ini, kata Luki merupakan rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir. Lalu untuk 2016, sambungnya, pemerintah menganggarkan Rp 213 triliun dengan harapan akan meningkatkan pertumbuhan pada jangka menengah 2017.

"Satu hal, kecermatan pengelolaan utang juga jadi kewajiban. Pemerintah juga mengajukan utang luar negeri sebesar 1 miliar dolar AS kepada Bank Investasi Infrastrutur Asia (BIIA)," jelas Kang Luki, sapaan akrabnya. Pengajuan utang dilakukan untuk mendanai sejumlah proyek fisik salah satunya pembangunan jalan tol Trans Kalimantan. 

Presiden Jokowi, kata Luki, kerap mengatakan bahwa program pembangunannya berlandaskan ajaran Tri Sakti Bung Karno--kedaulatan politik, kepribadian budaya nasional dan kemandirian ekonomi. Semangat itu, kata Luki, yang mestinya hari ini dipertanyakan kembali.

"Berbagai megaproyek infrastruktur digenjot namun pemerintah tetap melakukan impor pangan," ujar pemerhati politik Universitas Nasional tersebut.

Menurut Luki, megaproyek infrastruktur yang digulirkan Presiden Jokowi tidak boleh hanya menjadi proyek mercusuar gagah-gagahan. Melainkan harus menjadi pencegah meningkatnya jumlah pengangguran terbuka. 

"Lupakan jargon ekonomi Indonesia akan ‘meroket’ dalam waktu dekat, yang menjadi fokus saat ini adalah bagaimana agar dapat bertahan dan tetap menumbuhkan harapan agar perkonomian nasional bisa selamat," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement