REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Abetnego Tarigan menilai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung hanya akan menambah potensi penurunan kualitas lingkungan di sepanjang lintasan kereta.
"Perpres soal kereta cepat juga berpotensi pidana karena melanggar tata ruang. Proyek kereta seharusnya menaikkan kualitas lingkungan bukan degradasi," kata Abet dalam diskusi bertema "Menyorot Kebijakan KA Cepat Jakarta-Bandung" di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (5/2).
Salah satu tolak ukur degradasi lingkungan itu adalah besarnya ancaman merosotnya ketersediaan air di beberapa lokasi menilik daerah serapan air semakin sempit seiring pembangunan instalasi kereta cepat dan permukiman dekat stasiun pemberhentian kereta cepat.
Selain degradasi lingkungan, Abet menilai kereta cepat tersebut akan membuat alih fungsi lahan di sejumlah titik dari pertanian menjadi non-pertanian. Terdapat beberapa kabupaten/kota yang awalnya memiliki lahan pertanian dan akan berubah menjadi trek lintasan kereta dan bangunan lainnya seperti di Karawang dan Bandung Barat.
Selain itu, kata Abet, penerima manfaat kereta cepat itu sejatinya bukan kalangan masyarakat bawah, tetapi golongan ekonomi menengah ke atas.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung merupakan program yang tergesa-gesa dilakukan. Terlebih pembangunan instalasi kereta itu tidak menggandeng Kementerian Perhubungan ataupun lembaga yang mengurusi perkeretaapian seperti PT KAI.
"Harusnya dikerjakan perkeretaapian tapi kenapa oleh BUMN lain yang tidak relevan?," ujarnya.