REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Wakil Wali Kota Gorontalo, Budi Doku mengatakan dana untuk pengasapan (fogging) sebesar Rp 100 juta di Dinas Kesehatan Gorontalo, diduga dialihkan untuk perjalanan dinas. Dana yang terpakai Rp 60 juta.
"Saya barusan rapat dengan dinas kesehatan, mempertanyakan ke mana dana itu dan kenapa petugas yang melakukan fogging belum dibayar. Terungkap sebagian dana digunakan untuk SPPD ke Jakarta," ujarnya di Gorontalo, Jumat (5/2).
Pemkot melakukan pencairan dana tersebut setelah wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) merebak, untuk keperluan fogging di seluruh kelurahan yang ditetapkan sebagai wilayah rawan. "Menurut standar WHO, jika sudah Kejadian Luar Biasa (KLB) maka harus dilakukan dua kali fogging perkelurahan. Sekarang baru 27 kelurahan dan baru sekali fogging," ucap dia.
Bahkan, kata Budi, di Kelurahan Ipilo, fogging hanya dilakukan di deretan rumah bagian depan karena petugas kehabisan bahan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Gorontalo Nur Albar membantah adanya 'sunat anggaran' tersebut. "Ada miskomunikasi dan sudah disampaikan semuanya kepada Wakil Wali Kota. Semua pemanfaatan dana dinkes sesuai dengan peruntukan," katanya melalui pesan singkat.
Ia menjelaskan dana tersebut berasal dari Uang Persediaan (UP) APBD Tahun 2016. "Panjang kalau saya jelaskan mekanismenya, penganggaran dan pemanfaatan sesuai Permendagri yg dianut DPPKAD dan semua SKPD," ucap dia.
Sejak Desember 2015 hingga awal Februari, kasus DBD di Gorontalo mencapai 134 kasus dan empat di antaranya meninggal dunia. Kementerian Kesehatan menetapkan tujuh daerah KLB DBD di Indonesia yakni Kota Gorontalo di Provinsi Gorotalo, Kabupaten Kaimana di Papua Barat, Kota Lubuk Linggau di Sumatra Selatan, Kota Bengkulu di Provinsi Bengkulu, dan Kabupaten Tangerang di Banten, Sulawesi Selatan dan Bali.