REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI -- Derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, ke depan diproyeksikan naik. Terutama setelah ditetapkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 52 tahun 2015, tentang Percepatan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
''Pemberlakuan perbup ini diharap bisa mengurangi angka penyakit berbasis lingkungan. Seperti,Cholera, Diare, Thypus, cacingan dan penyakit lain yang disebabkan ganggungan sanitasi lingkungan,'' kata Eko Budi, Kepala Seksi (Kasi) Peningkatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Boyolali, Jum'at (5/2).
Perbup STBM ditetapkan dan diundangkan pada 30 Desember 2015 lalu. Menurut Eko, penurunan penularan penyakit akibat lingkungan ini mendasar. Sebagai solusi, perbub menekankan lima pilar cara pendekatan untuk mendorong perilaku higienis, dan sanitasi individu, atau masyarakat, atas kesadaran sendiri.
Perilaku hidup sehat, seperti setop buang air besar sembarangan (BABS), cuci tangan pakai sabun dengan menggunakan air mengalir, dan pengelolaan air minum dan makanan tingkat rumah tangga dengan menjaga kualitas air dan sumber air, menerapkan sistem higienis pangan, pengamanan sampah rumah tangga, serta pengamanan limbah cair rumah tangga.
''Bila masyarakat terdorong untuk melakukan perilaku dan kebiasaan dengan dasar lima hal itu, dipastikan gangguan penyakit akibat lingkungan menurun drastis,'' tambah Eko.
Saat ini, menurut Eko Budi, capaian masyarakat Boyolali untuk tidak membuang air besar sembarangan cukup bagus, yakni mencapai 90, 34 % dari jumlah masyarakat di Kabupaten Boyolali. Artinya, hanya sebagian kecil atau 9,66 % yang buang air besar sembarangan.
Kondisi buang air besar sembarangan ini, sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Boyolali bagian Utara. Seperti, wilayah Kecamatan Wonosegoro, Juwangi, dan Kecamatan Kemusu. Faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan buang air besar sembarangan ini, diakibatkan kebiasaan atau perilaku masyarakat.
Selain itu, mereka buang air besar karena belum setiap rumah tangga memiliki jamban. Jamban masih nunut tetangga, serta satu rumah tangga dihuni tiga KK. Idealnya, satu rumah tangga memiliki satu jamban. Sehingga ketika anggota rumah tangga akan buang besar tidak repot.
''Coba bayangkan, jika warga mau buang besar nunut jamban rumah tangga tetangga. Satu atau dua kali tidak apa-apa. Namun, kalau terus menerusrasa pekewuh (sungkan) pasti ada,''katanya.