REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kewenangan Badan Narkotika Nasional (BNN) bisa diperluas melalui revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Usulan revisi tersebut menjadi salah satu pembahasan dalam rapat kerja antara Badan Narkotika Nasional dengan Komisi III DPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/2).
Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman mengatakan kejahatan penyalahgunaan narkotika sudah masuk ke dalam kejahatan luar biasa sehingga BNN perlu memiliki kewenangan yang mencukupi menangani hal itu.
"Ini adalah kejahatan serius. Perlu undang-undang narkotika direvisi, isinya menegaskan status dan posisi hukum BNN sebagai badan tunggal yang memiliki kewenangan penuh tangani narkotika dan menjadi badan yang otonom dalam menjalankan fungsinya," katanya.
(Baca juga: DPR Soroti Peredaran Narkoba di Lapas)
Selain penambahan kewenangan, hal lain yang perlu dilakukan BNN adalah membenahi sumber daya manusia. Kepala BNN, Budi Waseso mengatakan masalah BNN selain jumlah anggota yang kurang, etos kerja juga perlu diperbaiki. Budi mengatakan pola penempatan jabatan dan rekrutmen akan dibenahi dalam waktu dekat sehingga organisasi bisa bekerja dengan baik.
"Masalah BNN ini selain jumlah anggotanya yang masih kurang juga keinginan kerjanya," katanya.
Sementara itu anggota Komisi III lainnya, Akbar Faisal mengatakan BNN perlu bekerja secara kreatif dan inovatif untuk menghadapi gerakan jaringan pengedar narkotika yang terus memperbaharui pola kerjanya.
"Pendekatan jangan tradisional. Optimalkan koordinasi dengan berbagai pihak penegak hukum," kata Akbar.
Dalam rapat tersebut juga sempat diusulkan kewenangan yang disematkan kepada BNN hampir sama dengan KPK termasuk kewenangan melakukan penyadapan dan juga penuntutan terhadap kasus-kasus penyalahgunaan narkotika. Semua pihak sepakat perlunya revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika sehingga upaya pencegahan dan penanganan penyalahgunaan narkotika lebih baik.