Selasa 02 Feb 2016 21:01 WIB

Ini Saran dari Eijkmann untuk Status Darurat Zika

Rep: Hasanul Risqa/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi gejala tertular virus Zika
Foto: Ist
Ilustrasi gejala tertular virus Zika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya mengumumkan status darurat kesehatan internasional terkait wabah virus zika, Senin (1/2) lalu. Para ahli di WHO khawatir bila virus zika menyebar luas ke mancanegara, seperti yang sedang terjadi di Amerika Selatan kini. Virus zika diduga kuat menyebabkan ribuan bayi lahir dengan ukuran kepala abnormal di Brasil.

Terhadap status dari WHO itu, apa yang harus dilakukan pemerintah Indonesia? Menurut Deputi Direktur Lembaga Eijkman, Herawati Sudoyo, pemerintah sebaiknya memetakan prevalensi virus tersebut di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga diharapkan mengikuti imbauan WHO, antara lain memberi prioritas pada perlindungan terhadap ibu hamil dan bayi.

“Menurut saya, perlu dong kita mengetahui (pemetaan prevalensi zika) di kita (Indonesia) sendiri. Apalagi, setelah bahwa ini menjadi suatu kewaspadaan internasional. Jadi, kita harus juga melakukan surveillance. Bagaimana pola atau gambaran (sebaran virus zika) di Indonesia sendiri,” kata Herawati Sudoyo saat dihubungi, Selasa (2/2).

Satu Jenis Nyamuk Aedes, Kok Bisa Bawa 3 Jenis Virus yang Beda?

Dia melanjutkan, seperti yang disampaikan WHO, tidak perlu ada larangan berpergian ke luar negeri, utamanya negara-negara dengan wabah virus zika. Lagipula, opsi demikian juga akan cenderung sukar ditempuh.

“Saya kira sulit juga. Sejauh ini kan, kita enggak mengeluarkan travel warning kita sendiri,” ujarnya.

Karena itu, pemerintah diminta untuk segera melakukan pendataan atau pemetaan terkait potensi munculnya virus zika. Pada 2015 lalu, Lembaga Eijkman telah mengumumkan penemuan virus zika di Jambi. Namun, diungkapkan Herawati, penemuan potensi virus zika di Indonesia tercatat ada sejak lebih dari dua dasawarsa silam.

Di Klaten, tim peneliti pada 1981 menemukan seorang pasien yang diduga terinfeksi virus zika. Namun, penemuan ini tak menegaskan adanya virus zika, melainkan reaksi yang ditimbulkan zat antibodi dalam tubuh pasien. Sebab, metode pemisahan virus pada waktu itu belum ditemukan.

Dalam tubuh manusia, zat antibodi dibentuk bila tubuh terpapar virus. Dalam kasus ini, antibodi yang muncul dalam pasien tersebut adalah antibodi zika.

“Itu bukan virusnya. Tapi itu adalah zat antibodi yang merupakan pertahanan tubuh manusia terhadap virus itu. Jadi berarti, mungkin dia terpapar, makanya membentuk zat antibodi terhadap zika. Tapi virusnya sih pada saat itu enggak ditemukan. Hanya mungkin ada," kata dia.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement