REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Penderita gizi buruk di Kota Bekasi mencapai angka 194 balita. Komisi D DPRD Kota Bekasi berpendapat, pemerintah kota perlu membuat peraturan khusus bagi pertambahan gizi balita.
"Bekasi ini kan kota yang berkembang pesat dan maju, dekat dengan ibukota. Memang harusnya ada peraturan khusus bagi pertambahan gizi anak-anak," kata Anggota Komisi D DPRD Kota Bekasi, Ronny Hermawan, kepada Republika, Selasa (2/2).
Ronny menambahkan, peran tersebut harus dicanangkan dari Dinas Kesehatan. Karena tidak mungkin bisa bergerak sendiri, Dinkes harus merangkul posyandu-posyandu dan PKK yang ada di masing-masing RW di kota Bekasi. Sebanyak 32 puskesmas di Kota Bekasi harus turun memantau asupan gizi bagi balita di wilayah masing-masing supaya para balita tidak kekurangan gizi.
Anggota Komisi D itu berpendapat, upaya yang sudah dilakukan oleh Dinas Kesehatan dengan adanya program posyandu, vitamin, dan pemberian makaman tambahan cukup baik. Tapi, faktanya masih ada balita yang terkena gizi buruk. Karena itu, kata Ronny, peran itu mesti ditingkatkan dan dilakukan berkesinambungan.
Menurut Ronny, penyebab gizi buruk di Kota Bekasi yang paling utama berkaitan dengan pola makan. Sedikit banyak, hal itu berkorelasi dengan tingkat kemiskinan. Banyak balita mengalami gizi buruk lantaran asupan gizinya kurang baik dan berasal dari keluarga kurang mampu.
"Ke depan, kita dukung supaya anggaran untuk keluarga-keluarga miskin yang ada di kota Bekasi ada yang bisa dititipkan lewat puskesmas untuk memantau pola-pola makan balita," kata Ronny.
Termasuk, tambah Ronny, anggaran Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk anak-anak yang kekurangan gizi. Ia pun menekankan, pengelolaan dana anggaran ini harus jujur, selektif, dan tepat sasaran.
Ibunda balita penderita gizi buruk, Nova Milki Diana (4 tahun 2 bulan), Siti Aminah menceritakan, di usianya yang sudah memasuki tahun keempat, Nova belum bisa berjalan dan bicara lancar. Kemana-mana, ia harus digendong. Padahal, rekan-rekan sebayanya sudah bisa berlari dan mulai masuk sekolah.
Menurut warga kecamatan Kayuringin ini, anak ketiganya rutin diperiksakan ke Posyandu. Setiap bulan ia ditimbang dan mendapat makanan tambahan. Namun, semenjak kecil Nova memang sering sakit-sakitan. Pada umur tiga tahun, dia didiagnosa gizi buruk.
Sekarang, kata Siti, kondisi anaknya terbilang sudah lebih baik. Pihak Dinas Kesehatan Kota Bekasi sudah turun tangan memberikan bantuan makanan.
"Sekarang jadi lebih dijaga, sekarang makanan tidak boleh sembarangan," kata Siti.
Berat badan Nova bulan ini sudah 11 kilogram, naik tiga kilogram dari sebelumnya. Nafsu makan putrinya juga lebih tinggi.
Siti menceritakan, kondisi keluarganya pas-pasan. Kedua suami istri ini memiliki empat anak, yang bungsu masih berusia empat bulan bayi. Sang suami hanya bekerja serabutan.
"Kadang makan cuma pakai kecap saja. Gak pernah saya belikan buah-buahan. Susu juga bantuan dari orang," kisah Siti sambil berkaca-kaca.
Pada awal tahun 2016, Dinas Kesehatan Kota Bekasi mencatat sebanyak 194 balita penderita buruk di 12 kecamatan. Lima di antaranya meninggal dunia disebabkan oleh penyakit penyerta.
Data Dinas Kesehatan Kota Bekasi mencatat, balita penderita gizi buruk yang paling banyak berada di Kecamatan Jatiasih sebanyak 27 balita.
Kemudian, secara berturut-turut Kecamatan Jatisampurna 20 balita, Bekasi Utara 15 balita, Jatibening 12 balita, Jatiwarna 11 balita, dan Bantargebang 11 balita. Sisanya, tersebar di beberapa kecamatan lain.