REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan telah menyerahkan draft revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme pada Presiden Joko Widodo, Senin (1/2). Luhut mengungkapkan, draft revisi tersebut mendapat koreksi dari Presiden. Namun, bukan hal substantif, hanya pada bagian redaksi kalimat.
"Presiden punya koreksi. Ingin sedikit masukan soal wording," ucapnya usai menghadap Presiden Jokowi.
Luhut memastikan, ada empat poin revisi yang ingin ditambahkan pemerintah. Pertama, soal perluasan kewenangan bagi Polri untuk melakukan penahanan sementara pada terduga teroris. Kedua, masa penahanan sementara, yang saat ini ditetapkan tiga hari, dapat diperpanjang.
Namun begitu, Luhut belum mau mengungkap berapa lama perpanjangan masa penahanan sementara yang akan diatur dalam revisi UU tersebut.
Ketiga, pemerintah juga akan mempermudah izin bagi polisi dalam melakukan penahanan sementara tersebut. Dalam UU yang berlaku saat ini, penahanan sementara baru boleh dilakukan apabila sudah ada izin dari kepala pengadilan negeri. Syarat itu akan diubah sehingga hanya perlu izin dari hakim pengadilan.
Yang terakhir, Luhut memastikan ada pasal yang bakal mengatur soal pencabutan paspor bagi WNI yang bergabung dengan kelompok radikal di luar negeri.
"Kalau dia bergabung dengan foreign fighter ya tentu kamu sudah membela negara lain. Silakan ke sana saja. Kira-kira begitu," kata mantan kepala staf kepresidenan tersebut.
Dia menyebut, draft revisi itu rencananya akan diajukan ke DPR pekan ini. Pemerintah menargetkan, revisi UU terorisme sudah dapat disetujui Dewan pada masa sidang ini.
(Baca juga: Luhut: Revisi UU Terorisme Rampung, 19 Pasal Direvisi)