REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah diminta lebih cermat dalam melihat proyek pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung. Ada sejumlah hal yang perlu menjadi catatan pemerintah.
Sejumlah hal tersebut diungkap, Pengamat Politik Salimudin Daeng, adalah keuntungan dari investasi yang diperoleh, selanjutnya alasan dipilihnya rute Jakarta-Bandung, dan dampak ekonomis dari pembanguan kereta api cepat tersebut.
"Jadi kita mendapatkan bayaran rupiah dari warga yang menggunakan kereta cepat untuk membayar hutang investasi menggunakan dolar, tentu ini harus diwaspadai," ujarnya dalam keterangannya, Senin (2/2).
Menurutnya, proyek tersebut jangan sampai hanya salah satu pihak saja yang diuntungkan. Apalagi, sebagaian besar komponen proyek tersebut tidak dibuat di Indonesia. "Hal ini yang harus diketahui oleh masyarakat Indonesia," kata dia.
Direktur Eksekutif Center for Budgeting Analysist Ucok Sky Kadafi menilai percepatan pembangunan infrastruktur diperuntukan untuk masyarakat Indonesia. Seperti tidak hanya membangun bandara dan pelabuhan.
Selain itu, kata dia, keinginan Pemerintah menyatukan seluruh BUMN yang ada tidak sesuai dengan rencana percepatan infrastruktur.
Ucok mengungkap, dari data yang dimilikinya Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menganggarkan 8,3 Triliun untuk program pelebaran jalan sepanjang 1.360 kilometer.
Artinya setiap satu kilometer pemerintah mengeluarkan anggaran sebesar Rp 6,1 Miliar. Tentu ini masih terbilang mahal. Ucok mengatakan, dengan data tersebut bisa dikatakan bahwa masih ada Hambatan di birokrasi pemerintahan.