Jumat 29 Jan 2016 04:10 WIB

Solusi Krisis Kemanusiaan Penentu Kesuksesan KB

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Winda Destiana Putri
Keluarga Berencana. Ilustrasi
Foto: .
Keluarga Berencana. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Chief of the Commodity Security Branch di United Nations Population Fund (UNFPA), Jagdish Upadhyay menekankan kesuksesan progam Keluarga Berencana (KB) di banyak negara di dunia juga ditentukan solusi yang diambil pemimin-pemimpin dunia dalam mengatasi krisis kemanusiaan.

PBB mendata setidaknya ada 40 negara di dunia yang mengalami krisis kemanusiaan.

"Krisis kemanusiaan membuat program-program kesehatan tersisihkan. Negara-negara seperti Suriah dan Nepal misalnya, ini menjadi bagian dari tugas kita mendukung mereka," kata Upadhyay di International Conference on Family Planning (ICFP) 2016 di Nusa Dua, Kamis (28/1).

Di tingkat global, Upadhyay memperkirakan UNFPA masih kekurangan dana hingga satu miliar dolar AS untuk pembinaan KB. Oleh sebabnya PBB terus mendorong masing-masing pemerintahan negara di dunia untuk memprioritaskan KB dalam agenda pembangunan nasionalnya.

Program KB - jika dipandang dari sisi bisnis - sesungguhnya investasi yang menjanjikan. KB adalah investasi kesehatan publik terbesar di dunia dengan hasil akhir lebih besar.

"Dengan pengeluaran satu miliar dolar AS untuk program KB, kita bisa menghemat dua miliar dolar AS di sektor lainnya," ujar Upadhyay.

Ada begitu banyak contoh negara-negara di dunia, seperti Ethiopia yang menjadikan KB sebagai isu inti pemerintah. Meski demikian, banyak juga negara yang masih menomorduakan program KB.

Pemerintah di negara kecil dan menengah misalnya hanya menyediakan produk KB paling dasar dan murah. Dengan cara itu mereka menganggap sudah menjalankan program KB. Membangun sistem kesehata, kata Upadhyay harus melayani semua level komunitas dengan banyak pilihan.

Ahli Kesehatan Masyarakat dari Zambia, Nambao Mary mencontohkan setidaknya 96 persen perempuan di Nigeria peduli terhadap kesehatannya. Ini dikarenakan jumlah penduduk total di negara tersebut hanya 13 juta jiwa.

"Karena jumlah penduduk sedikit, politisi dan para pengambil kebijakan dulu merasa tak perlu mempromosikan KB, padahal masih ada 21 persen kebutuhan KB di Zambia belum terpenuhi," ujarnya terpisah.

Meski saat ini pemerintah Zambia berkomitmen akan menggandakan alokasi anggaran KB, kata Mary, dirinya masih melihat angka kebutuhan akan pilihan-pilihan KB tetap tinggi. Pengembangan metode kontrasepsi beragam akan meningkatkan akses ke komunitas yang belum mendapatkan layanan KB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement