REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI -- Jumlah korban DBD (Demam Berdarah Dengue) di Kabupaten Boyolali bertambah. Dalam dua pekan, empat penderita DBD meninggal dunia.
Keempat korban yang meninggal usia anak-anak. Sementara, untuk jumlah kasus DBD saat ini mencapai delapan kasus.
"Korban bertambah. Dan, semuanya masih usia anak-anak," kata Ahmad Muzayin, Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3PL) Dinkes Boyolali, Rabu (27/1).
Data Dinas Kesehatan Boyolali, empat korban DBD yang meninggal dunia, Ana Nur Fatimah, warga Gumukrejo Kecamatan Teras dan Syafa Dwi Saputra, warga Desa Sukorejo, Kecamatan Musuk, Umi Khasanah (6), warga Desa Pusporenggo, Kecamatan Musuk, dan Wahyu Aziz Saputra (11), warga Dukuh Bedongan, Desa Manggung, Kecamatan Ngemplak.
Bertambah jumlah korban DBD yang meninggal, Dinkes meminta masyarakat lebih waspada dan mengintensifkan pemberantasan sarang nyamuk. Selain itu, Dinkes juga telah melakukan fooging di sejumlah wilayah yang terdapat kasus endemi DBD. "Kita terus lakukan fooging, sebagai upaya untuk membasmi nyamuk aides aigypt," katanya.
Jumlah penderita DBD yang masuk ke RSUD Pandanaran juga mengalami peningkatan. Hampir setiap hari selalu ada anak yang masuk terkena DBD. Tercatat ada 12 penderita DBD yang saat ini dirawat di bangsal anak.
Menurut dokter anak RSUD Pandanaran, Noor Alifah, pasien yang masuk rata-rata sudah fase berat atau kritis. Sementara, rentang usia yang paling rawan menderita DBD hingga fase kritis, adalah anak di usia tiga sampai lima tahun. Anak di bawah lima tahun daya tahan tubuh sangat lemah. Sehingga bila terlambat ditanggani bisa mengakibatkan kematian.
Endemi DBD juga menyerang lima warga Desa Ngunut, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar. Mereka yang positif mengidap DBD berusia 10-15 tahun.
"Bulan-bulan ini memang paling rawan. Tidak hanya Desa Ngunut, tapi beberapa desa lain juga rawan," kata Fatkhul Munir, Kepala Kabid P2PL Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Karanganyar.
DKK menempuh sejumlah cara, seperti pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengasapan, dan pemberdayaan masyarakat. DKK menggerakkan 38 kader pemantauan jentik di Kabupaten Karanganyar. "DKK juga mengusung program Tilik Tonggo," kata Munir.
Program itu, lanjut Munir sudah berjalan sejak tahun lalu. Sebanyak 38 kader itu sudah mendapat pelatihan sejak tahun 2014. Mereka mengendalikan dan memberantas vektor jentik di wilayah endemis. Wilayah yang kita jadikan obyek. Seperti, Karanganyar, Tasikmadu, Jaten, Kebakkramat, Colomadu, dan Gondangrejo.
Tilik Tonggo, adalah model yang dikembangkan. Melibatkan kader yang tinggal wilayah endemis. Mereka menyentuh dan menggerakkan kesadaran masyarakat.
Munir menyampaikan, kemungkinan menambah kader program Tilik Tonggo sesuai kebutuhan. Jika memang sangat perlu penambahan, DKK akan melakukan pelatihan lagi.