Rabu 27 Jan 2016 06:31 WIB

SGRC UI, Konseling LGBT, dan Sanksi Cibiran Masyarakat

Red: M Akbar
Joko Sadewo
Foto:

Lantas, apakah kemudian SGRC UI yang melakukan kajian gender dan seksualitas itu layak divonis bersalah? Tentu saja tidak! Kajian dan diskusi adalah hal yang lumrah dalam dunia pendidikan.

Tapi, pertanyaan baliknya adalah apakah salah jika sejumlah elemen masyarakat mencurigai ada apa di balik diskusi dan kajian SGRC UI tersebut? Ini mengingat sejumlah pendiri dan anggota SGRC UI adalah pelaku LGBT. Terlebih, SGRC UI sudah secara  terang-terangan membuat poster konseling LGBT yang sangat provokatif.

Sikap curiga ini tentunya harus dimaknai sebagai bagian dari kewaspadaan masyarakat. Sekelompok masyarakat yang tentunya masih ingin melindungi diri dan keluarganya dari perilaku menyimpang LGBT. Sepatutnya, SGRC UI itu lebih berhati-hati dalam membaca perilaku masyarakat Indonesia agar mereka tidak dicap sebagai bagian dari kelompok yang ingin melegalkan LGBT.

Saat ini, masyarakat di negeri ini semakin takut dengan perilaku LGBT yang makin vulgar. Ini contohnya, betapa teman saya kebingungan menjawab pertanyaan anaknya yang baru berumur delapan tahun ketika melihat seorang pasangan LGBT yang bermesraan di mal.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang hingga saat ini mempersenjatai dirinya dengan sanksi sosial untuk melindungi diri dan keluarganya. Sindiran, olok-olok, dan cibiran adalah cara masyarakat untuk melawan perilaku sosial yang dianggap menabrak nilai kemanusiaan dan agama.

Apakah sanksi sosial semacam ini hanya untuk para pelaku LGBT? Tentu saja tidak! Masyarakat bersikap adil dengan memberikan sanksi sosial berupa cibiran, olok-olok, sindiran, kepada mereka yang melakukan perzinaan, perselingkuhan, dan hal lain yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan agama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement