Selasa 26 Jan 2016 21:27 WIB

Aktifis Lingkungan Kembali Diserbu Preman

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Achmad Syalaby
Ilustrasi penyerangan.
Foto: kaskus
Ilustrasi penyerangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendapat informasi dari pegiat HAM bahwa aktifis JATAM Kaltim diserbu gerombolan preman dengan membawa senjata tajam dan senjata api.

Gerombolan tersebut menyatakan keberatan atas pembekuan operasi pertambangan batu bara PT Multi Harapan Utama (MHU) yang dilaporkan JATAM Kaltim pada pemerintah karena telah menyebabkan satu orang anak meninggal dunia di lubang tambang PT MHU. 

Peristiwa tersebut terjadi pada Senin (25/1) pukul 20.25 WITA. Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution mengatakan gerombolan preman tersebut dengan nada intimidatif dan menggebrak meja mengancam pimpinan JATAM Kaltim, Merah Johansyah dan tujuh orang stafnya yang dianggap bertanggungjawab atas pembekuan operasi pertambangan PT MHU.

Ancaman terhadap aktivis JATAM Kaltim mengingatkan masyarakat pada  kasus pembunuhan sadis aktivis lingkungan Salim Kancil dari Lumajang yang terjadi pada 2015 lalu. 

Jika peristiwa tersebut benar adanya, Komnas HAM mendesak negara khususnya aparat kepolisian, untuk mengusut teror dan ancaman terhadap aktivis Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (JATAM Kaltim). Pengusutan ini harus dilakukan agar tidak menimbulkan korban jiwa.

Komnas HAM juga meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk mengambil tindakan tegas kepada PT MHU dan 10 perusahaan tambang lain di Kaltim. "Operasi tambang mereka telah menyebabkan 19 orang anak mati tenggelam di lubang tambang yang berjarak sangat dekat dari pemukiman penduduk. Ini adalah kejahatan serius terhadap kemanusiaan yang harus diselesaikan oleh pemerintah," ujar Maneger dalam siaran persnya, Selasa (26/1).  

Dia mengatakan para pemilik dan pimpinan perusahaan yang bertanggungjawab harus diusut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Sekira terbukti lalai atau bersalah, bekukan dan cabut izinnya serta mewajibkan mereka melakukan reklamasi dan pascatambang," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement