REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Restorasi gambut harus menjadi prioritas di Indonesia karena masalah gambut ini berhubungan dengan emisi karbon.
Ketua Komisi VII DPR RI Satya W Yudha mengatakan, ia menyambut baik rencana pemerintah untuk memprioritaskan pengelolaan gambut. "Dengan terbentuknya Badan Restorasi Gambut kita jadi punya badan yang mengawasi masalah ini," katanya, Selasa, (26/1).
Selain memantau, ujar Satya, tugas utama yang harus dilakukan Badan Restorasi Gambut adalah mengidentifikasi titik-titik rawan bencana gambut. Ini dilakukan agar bencana serupa tidak terulang.
Badan Restorasi Gambut juga harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada DPR agar semua bisa berjalan maksimal.
Ketua Himpunan Gambut Indonesia (HGI) Supiandi Sabiham menambahkan, pengelolaan gambut bisa dilakukan melalui keterlibatan perusahaan swasta. Ini sejalan dengan amanat Wakil Presiden Jusuf Kalla saat pembukaan konferensi minyak sawit Indonesia ke-11 di Nusa Dua, Bali, akhir tahun lalu.
Wapres, terang dia, meminta perusahaan harus berpartisipasi bersama untuk merestorasi hutan dan gambut yang rusak. Restorasi gambut tidak boleh tergantung kepada hibah asing.
Kebutuhan dana sekitar 1 miliar dolar Amerika seharusnya bisa ditalangi oleh industri kelapa sawit , HTI, serta industri lain yang selama ini memanfaatkan gambut. Bantuan asing justru harus dihindari agar Indonesia tidak terus didikte kepentingan pihak manapun.
"Bantuan asing hanya akan merusak citra Indonesia sebagai bangsa yang tidak bertanggung jawab di mata internasional," ujar Supiandi.