REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengakui kesulitan mencegah gerakan terorisme. Kesulitan itu dituding karena Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teororisme hanya menempatkan Polri sebagai "pemadam kebakaran".
"Kami kesulitan melakukan pencegahan karena selama ini UU Terorisme hanya menempatkan Polisi sebagai 'pemadam kebakaran' sehingga bagaimana kami mencegah (gerakan terorisme)," katanya, Senin (25/1).
Badrodin menjelaskan, selama ini ketika Polri memeriksa orang yang terindikasi teroris lalu tidak ditemukan pelanggarannya, maka institusinya tidak bisa memproses ke ranah pidana. Menurut dia, di negara-negara maju, ada upaya deteksi dini sehingga orang bisa ditahan sampai menunggu proses hukum.
(Baca: Pemerintah Harus Tolak Tawaran Asing Tangani Terorisme)
"Kita tahu ada Warga Negara Indonesia yang dilatih di camp Mindanau, Filipina Selatan seperti Abu Sayad dan tidak bisa diproses hukum," ujarnya.
Hal itu menurut dia menjadi persoalan karena akan membuat gerakan terorisme berkembang. Dia mengatakan, Polri gerakan ISIS bukan karena agama namun potensi terorisme dari gerakan tersebut.
"Saya harap dengan kejadian (peristiwa pengboman) di Jalan MH Thamrin, masyarakat tersadarkan bahaya ISIS dan kita bisa meningkatkan kewaspadaan," ujarnya.
Badrodin mengatakan meskipun dalam peristiwa di Jalan MH Thamrin, Polri memberikan langkah cepat dalam penanggulangannya namun ancaman kelompok teroris masih memberikan risiko bagi masyarakat.