Senin 25 Jan 2016 01:25 WIB

Revisi UU Antiterorisme Dinilai Sebagai Langkah Mundur

Rep: Wisnu Aji Prasetiyo/ Red: Ilham
ilustrasi teroris
Foto: dokumen pri
ilustrasi teroris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bersama dengan DPR berencana merevisi Undang-Undang Antiterorisme. Namun, revisi tersebut mendapatkan tentangan dari sebagian pihak.

Pengamat Terorisme UIN Jakarta, Zaki Mubarak tidak setuju dengan revisi tersebut. Menurut dia, UU Antiterorisme yang ada saat ini sudah bagus.

"Sesuai dengan standard negara-negara demokratis," kata Zaki saat dihubungi, Senin (25/1).

Dalam UU antiterorisme saat ini, kata dia, tidak membolehkan penangkapan tanpa disertai bukti dan adanya batas waktu tertentu penahanan sementara. Sementara, dia menilai revisi akan membuat BIN dan Kepolisian menangkap orang tanpa bukti permulaan. "Terduga teroris dengan mudah bisa di tangkap," kata Zaki.

Menurut dia, BIN dan polisi sering merujuk pada Malaysia yang menggunakan dasar internal security act atau ISA untuk menangkap orang yang dicurigai sebagai teroris, meski tanpa bukti. "Padahal Konsep ISA banyak dikecam karena melanggar HAM dan sering repressif. Ada kemunduran bila UU antiterorisme direvisi," katanya.

Zaki menilai, bila arah revisi tersebut menuju seperti model Malaysia dan Singapura, justru salah kaprah. Kedua, negara-negara tersebut otororarian dan repressif serta tidak mementingkan aspek HAM dalam regulasi antiterorisme.

"Akar persoalan terletak bukan pada UU, tapi peningkatan kapasitas kepolisian dan intelijen di tanah air. Itu yang semestinya di-upgrade, jangan salahkan UU," kata Zaki.

Ia mencontohkan, seperti kapasitas dalam cyberterrorism. Menurut dia, mekanismenya masih tertinggal jauh. Sinergi antar kementerian juga harus diperkuat. "Kemenkumham harus diberdayakan dalam deradikalisasi terorisme di penjara. Kemensos, Kemenaker, Kemendikbud, Kemenag juga harus dilibatkan dalam pencegahan dan rehabilitasinya," katanya.

Ia menambahkan, seharusnya bukan hanya BNPT, BIN atupun Densus 88 yang berperan. Menurut dia, semuanya harus bersinergi. "Sayangnya, sinergi ini belum berjalan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement